Nashaihul Ibad Bab Ruba'iy Maqalah 3
Oleh Mustamsikin
Sebagaimana kebaikan yang beragam, keburukan pun demikian. Keburukan pun banyak ragamnya. Meski sebenarnya keburukan itu sendiri tidak ada, namun orang yang berlaku buruk menjadikan keburukan itu seakan 'ada'.
Membicarakan tentang keburukan, kajian kitab Nashaihul Ibad kali ini akan mengulas tentang keburukan yang lebih buruk dipandang dari sisi pelakunya. Keburukan yang demikian dikatakan oleh ahli hikmah--sebagaimana dikutip Ibnu Hajar--ada empat.
Keburukan yang pertama, dosa. Perbuatan dosa seorang pemuda itu buruk namun dosa yang dilakukan oleh orang tua lebih buruk. Siapapun pelaku dosa itu pada dasarnya buruk, sekalipun itu pemuda. Lebih buruk lagi jika dosa itu dilakukan orang tua. Tentang keburukan ini, penulis teringat ungkapan tua-tua keladi, semakin tua semakin menjadi.
Sudah barang tentu jika orang yang umurnya sudah uzur masih saja berbuat dosa akan sangat buruk dalam pandangan. Usia yang sudah lanjut seharusnya dipergunakan untuk berbuat baik sebagai bekal kehidupan setelah mati nanti. Bukan malah untuk digunakan menimbun dosa.
Berikutnya keburukan yang kedua adalah sibuk atas urusan dunia. Sibuk atas perkara dunia bagi orang bodoh itu buruk namun lebih buruk lagi jika dilakukan orang alim--berpengetahuan. Dari keburukan jenis ini, sibut atas dunia dapat ditolelir atas orang yang tidak tahu dibanding dengan orang yang mengerti.
Hal yang demikian selaras dengan sabda Nabi Saw., yang dikutip oleh Syekh Nawawi. "Barang siapa bertambah ilmunya namun tidak bertambah zuhud atas dunia maka tidak bertambah hubungannya dengan Allah kecuali semakin jauh." Dari hadis ini dapat dipahami bahwa sebaiknya seiring bertmbahnya pengetahuan seseorang semakin zuhud. Dapat mengelola hatinya dari keterikatan dengan sesuatu yang sifatnya duniawi.
Selanjutnya, keburukan yang ketiga, malas taat kepada Allah. Malas melakukan ketaatan yang dilakukan manusia yang awam itu buruk, lebih buruk lagi jika itu terjadi pada ulama' dan pencari ilmu. Keburukan yang seprti ini tentu dapat mengherankan. Malas dalam taat kepada Allah boleh jadi wajar--meski buruk--dilakukan manusia awam, akan tetapi lebih mengherankan jika ulama' atau pencari ilmu yang memilki kedudukan tinggi malas taat kepada Allah.
Idealnya malas taat kepada Allah itu tidak terjadi pada ulama, pewaris para nabi. Ulama tidak boleh malas. Ia harus senantiasa sesuai dengan perintah Allah dalam segala tindakan. Tidak boleh bermalas-malasan, yang sehingga merusak citra ulama itu sendiri.
Keburukan yang keempat adalah sombong. Sombong itu buruk dilakukan oleh orang kaya namun lebih buruk lagi jika orang fakir atau miskin melakukan hal ini. Idealnya sombong memang ada pada orang kaya--meski itu buruk, namun akan menjadi aneh dan lebih parah jika itu ada pada diri orang fakir. Orang kaya pantas ada yang disombongkan kekayaannya misalnya, namun orang fakir atau miskin? Apa coba yang dapat disombongkan.
Nah, sombong seperti ini tidak pantas ada pada diri orang fakir maupun miskin. Berkaitan dengan hal ini penulis teringat dengan ungkapan, "Sudah miskin belagu." Sudah miskin masih saja sombong.
Demikianlah uraian tentang keburukan yang nilainya bertambah dipandang dari pelakunya. Semoga kajian ini bermanfaat.
Wallahu A'lam Bisshawab
No comments:
Post a Comment