MUSTAMSIKIN

Tafsir Al-Hasan Al-Bashriy

Tuesday, June 16, 2020

Ada Apa dengan Ekspresi

Ada Apa dengan Ekspresi
Nashaihul Ibad Bab Ruba'y
Oleh Mustamsikin

"Barang siapa rindu ke surga maka beranjaklah ia  pada berbagai kebaikan. Barang siapa takut dari neraka maka ia akan memutus keinginannya nafsu. Barang siapa meyakini mati maka putuslah ia dari kelezatan. Barang siapa mengenali dunia sebagai tempatnya cobaan dan kekeruhan maka lemaslah musibah baginya."
Sayidina 'Ali bin Abi Thalib

Pengetahuan dan iman seseorang sangat mempengaruhi prilaku keseharian yang ia lakukan. Dengan pengetahuan dan iman pula, setiap derap langkahnya senantiasa dibarengi dengan pilihan-pilihan yang meyakinkan. Melalui pengatahuan dan iman pula seseorang mengekspresikan tingkah  hidupnya.  

Ekspresi seseorang yang ditopang pengetahuan dan iman, hidupnya akan lebih optimis dan memiliki pikiran positif, termasuk ketika ia memahami surga. Jika seseorang memahami bahwa surga adalah tempat yang keindahan dan kenikmatan yang hanya dapat diraih dengan amal saleh maka ia akan beranjak untuk memperbanyak amal saleh. Hal ini senada dengan ungkapan Ali bin Abi Thalib yang mengatakan, "Siapa merindukan surga maka beranjaklah ia melakukan amal kebaikan."

Jika di atas dikatakan dengan berbekal pengetahuan dan iman seseorang yang rindu surga akan segera melakukan kebaikan, maka dengan pengetahuannya atas neraka ia juga akan beranjak meninggalkannya. Maksudnya meninggalkan sesuatu yang dapat menjerumuskan dirinya dalam neraka. Utamanya memperturutkan nafsu amarah. 

Menuruti nafsu sangat berbahaya, karena nafsu jika dituruti maka tak pernah berhenti. Nafsu layaknya anak balita yang senantiasa meminta asi pada ibunya. Dengan menuruti nafsu besar kemungkinan seseorang akan terperosok dalam jurang neraka. Dengan demikian penting untuk selamat dari neraka agar tidak menuruti nafsu. Oleh sebab itu tepat jika Imam Ali Bin Abi Thalib mengatakan, "Siapa yang takut dari neraka maka ia akan mencegah keinginannya nafsu."

Selanjutnya, dengan pengetahuan dan iman seseorang pun juga akan memandang kematian sebagai pemutus kenikmatan duniawi maka tidak ada terbayang lagi rasanya kenikmatan. Akan terngiang dalam tekingan, angan dan pikirannya bahwa semua kenikmatan akan sirna jika maut sudah datang. Semua yang dapat dirasakan fisik akan sirna begitu maut menjemput. Yang demikian ini senada dengan perkataan _babul ilm_ Ali bin Abi Thalib yang menyebut, "Siapa yang meyakini mati maka pustuslah rasa nikmat." 

Bila orang dengan pengetahuan dan imannya meyakini maut adalah pemutus kenikmatan maka, dengan dunia pun demikian. Akan tertanam dalam dirinya bahwa dunia adalah tempatnya susah, sedih, dan bahkan penjara bagi orang yang beriman. Jika yang tertanam sudah demikian maka musibah, ujian dan cobaan apapun yang dialami dan dirasakan seseorang di dunia akan ia anggap hal sepele. Sesuatu yang sangat lumrah dan biasa-biasa saja. 

Bagaimana sedemikian lumrah dikatakan bahwa dunia adalah tempatnya ujian dan cobaan, karena memang kenyataannya demikian. Di dunia ini masalah datang silih berganti, layaknya orang di atas bahtera ditengah samudra yang ombak tak henti-hentinya menghantam bahtera itu. Selagi ia masih berada di atas bahtera maka ia akan terus mendapati hantaman ombak yang tak pernah berhenti. Maka kemudian penting menanamkan kesadaran bahwa dunia memang tempat yang sulit. Sehingga sebesar apapun ujian san cobaan menjadi terasa ringan. Sesuai dengan kata Sayidina Ali, "Siapa yang mengenali dunia sebagai tempatnya ujian dan kekeruhan maka ujian akan menjadi lemah."

Demikianlah ekspresi seseorang yang dipandu dengan pengetahuan dan iman. Semoga kita dapat mengambil hikmah dari uraian di atas.

Wallahu A'lam Bisshawab

3 comments:

  1. Sippppp BGT ... syangat membantu saya memahami kitab ini

    Like deh

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  3. Sippppp BGT ... syangat membantu saya memahami kitab ini

    Like deh

    ReplyDelete