MUSTAMSIKIN

Tafsir Al-Hasan Al-Bashriy

Thursday, June 25, 2020

Membincang Pandangan Umar Terhadap Sebuah Cobaan

Membincang Pandangan Umar Terhadap Sebuah Cobaan
Nashaihul Ibad Bab Ruba'iy
Oleh Mustamsikin

Umar bin Khatab adalah sosok khalifah kedua Islam pasca Rasul Saw., yang dikenal dengan sikap tegasnya. Di samping tegas, Umar memiliki konsistensi dan keberanian yang luar biasa dalam memperjuangkan Islam. Ia sosok pemberani yang konon hingga beliau berhadapan dengan malaikat di alam barzakh pun masih dengan sosok beraninya.

Sosok Umar memang memiliki banyak keistimewaan, tentu selain sifat-sifat yang telah penulis sebutkan di atas masih ada sisi Umar yang patut diteladani. Di antara keteladanan itu, ketika Umar bin Khatab memandang sebuah cobaan.

Cobaan atau ujian yang menimpanya tidak lepas dari kuasa Allah atas ujian itu. Allah senantiasa menaungi dalam setiap cobaan yang menimpa Umar. Lebih dari itu, Umar dalam ujian yang ia terima menuturkan ada empat nikmat yang membekas dalam ingatannya.

Nikmat yang pertama, cobaan yang diterima Umar tidak menimpa agamanya. Menurut Umar ini adalah satu nikmat yang luar biasa. Meski berupa ujian asal ujian itu tidak menimpa keyakinan atau yang bertalian dengan sisi agama seseorang maka masih dapat dikatakan dalam level aman. 

Mengapa demikian, Syekh Nawawi turut mendukung hal ini. Menurutnya, ujian yang menimpa agama seseorang atau keyakinan seseorang lebih berat dari ujian fisik maupun harta. Fisik boleh sakit, harta boleh habis namun itu tidak seberapa. Namun kalau iman yang goyah bahkan pudar maka sulit untuk dikembalikan tanpa disertai dengan hidayah-Nya. 

Nikmat dalam cobaan yang kedua menurut Umar, ujian itu tidak lebih besar dari ujian yang menimpa Umar. Maksudnya ujian yang dimaksud tidak melampaui  kapasitas kemampuan yang ditimpainya. Barangkali ujian ini tidak akan melampaui kemampuan yanh menerima ujian. Karena kadar kemampuan seorang hamba dalam menerima ujian telah disesuaikan oleh Allah. 

Nikmat ketiga dalam cobaan menurut Umar adalah tidak menutup pintu kerelaan dalam bersabar menerima cobaan itu. Nikmat dalam ujian ini jika dipikir memang sangat besar. Bagaimana seseorang mampu mengelola kesabaran saat menjalani cobaan, lebih tinggi nilainya daripada cobaan yang ia terima. Di sisi lain memang kesabaran adalah kunci menghadapi cobaan.

Terakhir dalam cobaan ada nikmat besar menurut Umar. Nikmat apa itu? Pahala yang besar. Besarnya cobaan yang diterima maka sebesar atau bahkan berlipat besarnya pahala yang akan didapatkan. 

Demikianlah beberapa sisi kistimewaan sosok Umar ketika memandang sebuah cobaan atau ujian. Semoga dengan mengetahui sisi-sisi Umar yang seperti ini kita dapat memetik ilmu. Paling tidak ilmu dalam menyikapi sebuah cobaan.

Wallahu A'lam Bisshawab

Wednesday, June 24, 2020

Sebab Nabi Dipanggil Tuan

Sebab Nabi Dipanggil Tuan
Nashaihul Ibad Bab Ruba'iy
Oleh Mustamsikin

Dalam sebuah penjelasan tentang firman Allah,"Wasayyidan Wahasuran Wanabiyyan minasshalihin" Syekh Muhammad bin Ahmad menuturkan maksud ayat tersebut dengan memberi penjelasan kenapa nabi disebut dengan istilah sayyidan? Syekh Muhammad meyebutkan bahwa Allah menyebut Nabi Yahya As., dengan sebutan sayyidan (tuan) padahal ia adalah hamba-Nya Allah. Hal ini sebab empat hal yang dimiliki oleh Nabi Yahya As--dan para  nabi yang lain. 

Pertama, Nabi Yahya As., dapat mampu menaklukkan hawa nafsu. Bagi seorang nabi atau rasul penting sekali memiliki kemampuan mengalahkan nafsunya sendiri demi eksistensinya sebagai utusan Allah. Dengan mengalahkan hawa nafsu para nabi dapat senantiasa menerima dan menyampaikan wahyu yanh ia terima murni bimbingan dari Allah. Bukan campur tangan nafsunya sendiri. Pun juga ketika ia membenci atau mengasihi umatnya.

Kedua, Nabi Yahya As., dapat menundukkan iblis. Sebagai nabi tentu mengalahkan iblis adalah satu hal penting yang harus dilakukan. Dengan mengalahkan iblis, para nabi atau rasul dapat secara leluasa menyampaikan ajaran yang ia bawa kepada umatnya. Belum lagi memang tugas iblis adalah menjerumuskan serta menghalang-halangi dakwa para nabi dan rasul. 

Ketiga, Nabi Yahya As., dapat menjaga lisannya. Perkara lisan agar tidak sembarangan berucap sangat penting bagi nabi atau rasul. Sebab pada mereka melekat sebutan nabi atau rasul yang lisannya tidak lain hanya berucap hal-hal yang suci. Perbincangan mereka juga bertalian dengan dakwah, bimbingan dan menunjukkan jalan keselamatan kepada umatnya.

Keempat, Nabi Yahya As., mampu meredam _ghadab_ (marah). Marah merupakan satu hal penting yang harus dihindari oleh nabi atau rasul. Sebab kemarahan mereka mendatangkan murka Allah. Sekali mereka marah pada umat, maka Allah tak segan untuk menurunkan bencana yang mampu membinasakan.  

Demikianlah alasan mengapa nabi disebut sebagai tuan oleh Allah meskipun jelas mereka adalah hamba-Nya. Semata-mata kerena mereka mampu mengendalikan paling tidak empat hal di atas. Mampu mengendalikan nafsu, mengalahkan iblis, megendalikan lisan dan meredam amarah.

Jika nabi saja oleh Allah yang berstatus hamba memperoleh sebutan tuan dengan kemampuan mereka atas empat hal di atas, maka kita semua pun  dapat meniru prilaku para nabi. Dengan meniru prilaku nabi, besar potensinya untuk memperoleh kedudukan yang luhur di sisi Allah. Setidaknya sebagai hamba-Nya yang saleh.

Wallahu A'lam Bisshawab.

Tegaknya Agama dan Dunia

Pondasi Tegaknya Agama dan Dunia
Nashaihul Ibad Bab Ruba'iy
Oleh Mustamsikin

Siapa yang tidak mengenan Imam Ali bin Abi Thalib. Sosok yang cerdas, berwibawa, kesatria nan pemberani yang pilih tanding. Kecerdasannya sangat diakui bahkan oleh Nabi Saw., semdiri. Ia merupakan pintu gerbang ilmu pengetahuan yang kotanya adalah Nabi Saw.

Termasuk bagian penting ketika memperbincangkan Ali bin Abi Thalib adalah kecerdasan dalam bernasehat. Nasehat yang dimaksud dalam kajian kitab Nashaihul Ibad kali ini, berhubungan dengan pondasi tetap kokohnya agama dan dunia. Apa saja pondasi yang mampu meneguhkan tetap tegaknya agama dan dunia? Ali mengatakan, "Agama dan dunia tidak akan runtuh selama kokoh empat hal berikut."

Pertama, agama dunia tetap kokoh berdiri selama orang kaya tidak bakhil atas apa yang diberikan Allah kepadanya. Peryataan ini dipahami oleh Syekh Nawawi dengan penjelasan bahwa orang kaya yang tetap mau memberi orang yang meminta dan tidak menahan harta yang wajib ia keluarkan. 

Tiang pancang pertama pondasi agar agama dan dunia ini tetap kokoh di atas menggambarkan bagaimana pentingnya kedermawaan orang kaya. Kesadaran bahwa dalam kekayaannya ada jasa dan hak orang yang lemah dan membutuhkan. Maka sudah sepantasnya bila sebagian kekayaannya disalurkan kepada yang berhak dan tidak menahan harta yang sewajibnya ia keluarkan zakatnya.

Kedua, agama dan dunia tetap kokoh, selagi ulama beramal sesuai ilmunya. Ulama yang berprilaku, memerintah dan melarang sesuai dengan pengetahuannya. Ulama yang seperti inilah yang masuk dalam kriteria al-Ulama' al-Amilin.Mereka  berprilaku sesuai dengan ilmu yang mereka miliki.

Sosok kriteria yang seperti inilah yang pantas disebut dengan ulama. Tidak asal-asalan mengaku ulama. Apalagi baru belajar Islam, mengetahui hadis satu dan dua kemudian berfatwa tanpa ilmu. Yang demikian ini bukan ulama selain itu dapat sesat dan menyesatkan.

Ketiga, agama dan dunia tetap tegak selagi orang bodoh tidak sombong atas apa yang tidak ia ketahui. Selagi orang yang bodoh mau belajar dan tidak menyombongkan ketidaktahuannya maka agama dan dunia akan tetap kokoh. Lain halnya jika orang-orang kategori ini sudah tidak mampu ditambah tidak mau--belajar--masih saja belagu.

Syekh Nawawi memahami bahwa sepantasnya orang bodoh tidak abai atas ketidak tahuannya dan tidak henti-hentinya belajar atas apa yang tidak mereka ketahuai. Dengan demikian maka mereka akan selamat dan menyelamatkan banyak orang. Penulis memandang orang-orang seperti ini cukup banyak jumlahnya, bahkan tidak jarang mereka memamerkan ketidaktahuan mereka diberbagai media yang dapat merobohkan agama dan dunia.

Keempat, agama dan dunia tetap kokoh selagi orang-orang fakir tidak menukar akhirat mereka dengan perkara dunia. Jika orang-oranh fakir konsisten atas keyakinan mereka bahwa akhirat lebih kekal, tidak memperjual belikan keyakinan atas agama mereka dengan harta duniawi maka agama dan dunia akan tetap kokoh berdiri. Setidaknya agama atau keyakinan mereka akan tetap kokoh.

Tentang yang keempat ini, penulis memandang bahwa penting memperhatikan orang-orang fakir. Utamanya bagi para aghniya' yang dengan kecukupan hartanya seharusnya memberi bantuan kepada fakir dan miskin. Begitu juga orang-orang kategori ini harus beranjak dengan semangat untuk terbebas dari kefakiran. Berusaha dengan sekuat tenaga merubah nasib untuk lebih baik. Dengan tujuan mengjauhi kekafiran sebagaimana sabda Nabi Saw., "Dekat sekali kefakiran dengan kekafiran."

Demikianlah empat hal yang menjadi pondasi tetap tegaknya agama dan dunia. Semoga keemlat hal di atas masih dapat kita lihat di lingkungan sekitar kita. Sehingga agama dan dunia tetap tegak. Amin.

Wallahu A'lam Bisshawab

Saturday, June 20, 2020

Ketika Seorang Hamba Berdosa

Ketika Seorang Hamba Berdosa
Nashaihul Ibad Bab Ruba'iy
Oleh Mustamsikin

"Ketika seorang hamba berdosa maka Allah akan memberinya empat anugrah...,"
Sa'd bin Hilal

Betapa baiknya Allah, terhadap apa yang tidak kita minta Ia senantiasa memberi. Kita tidak meminta oksigen dalam setiap hela nafas kita, pun juga dalam doa-doa kita, namun Allah senantiasa memberi. Kita tidak meminta air secara terus menerus, namun Allah pancarkan air dari mata air dan Ia turunkan dari langit berupa hujan. Begitupula dengan panas sinar mata hari yang senantiasa kita butuhkan setiap hari untuk berbagai keperluan. Begitu baiknya Allah kepada semua hamba-Nya. Baik udara, air, sinar mata hari akan senantiasa Allah berikan kepada semua. Tidak hanya pada hamba-Nya yang taat, namun juga pada hamba-Nya yang bermaksiat pun demikian.

Tida cukup itu, sekali pun hamba-Nya berdosa Allah tetap memberi banyak hal. Bahkan, Sa'd bin Hilal menjelaskan betapa anugrah Allah tetap ia berikan kepada hamba-Nya, sekalipun si hamba tadi melakukan dosa. Sa'd bin Hilal mengatakan, "Ketika seorang hamba berdosa, Allah akan memberikan empat anugrah kepadanya. Pertama, Allah tidak menghalangi rizkinya. Kedua, tidak mencegah kesehatan hamba tersebut. Ketiga, Allah tidak memperlihatkan dosa hamba tersebut. Keempat, Allah tidak segera menghukumnya dalam waktu dekat." 

Dari perkataan Sa'd bin Hilal di atas jelas bahwasannya sekali pun hamba-Nya berdosa Allah masih memberinya anugrah. Hamba tersebut tidak dihalangi rizkinya. Meski hamba terus melakukan dosa pada-Nya namun rizkinya tetap Allah berikan. Inilah anugrah Allah yang sangat nampak pada hamba-Nya.

Begitu juga ketika hamba-Nya berosa ia tidak lantas dicabut kesehatannya. Ia masih memberi nikmat kepada hamba-Nya tadi berupa kesehatan. Sehingga dengan kesehatan tersebut si hamba tadi dapat berpikir jernih agar bertaubat dari dosanya.

Selanjutnya Allah juga masih menyembunyikan dosa yang dilakukan hamba-Nya. Bahkan Allah benar-benar menutup rapat dosa, kesalahan dan aib hamba-Nya selagi si hamba tadi tidak memamerkan dosa yang ia pernah lakukan. Tertutupnya dosa merupakan anugrah yang sangat nyata, utamanya bagi umat Nabi Muhammad Saw.

Selain dosa yang masih Allah sembunyikan, Allah menambahkan anugrah satu hal yang amat berharga bagi si hamba pendosa tadi. Anugrah apa itu? Allah masih menunda hukuman dosa hamba tadi sampai waktunya tiba. Artinya, Allah masih memberi kesempatan untuk bertaubat. Masih adanya kesempatan bertaubat bagi pelaku dosa merupakan kekhususan yang diberikan oleh Allah kepada umat Muhammad SAW. Lain dengan umat-umat terdahulu yang sekali ingkar akan dibinasakan secara langsung.

Tentang dosa yang tidak segera ditimpakan azabnya ini, Syaikh Nawawi menambahkan dalam penjelasan yang bertalian dengan ungkapan Sa'd bin Hilal di atas dengan cerita Nabi Adam As., yang menjelaskan tentang keistimewaan umat Nabi Saw. yang tidak Allah berikan kepadanya--Nabi Adam As.

Nabi Adam As, mengatakan, "Allah memberi empat kemuliaan pada umat Muhammad yang tidak Ia berikan kepadaku. Pertama, Allah menerima taubatku--Nabi Adam As--di Makah, sedang umat Muhammad dapat bertaubat di mana saja dan diterima taubat mereka. Kedua, ketika aku berdosa pakaianku langsung terlepas sedang umat Muhammad berosa dalam keadaan telanjang Allah kemudian mengenakan pakaian kepada mereka. Ketiga, ketika aku berodosa Allah memisahkan aku dengan istriku sedang ketika umat Muhammad  bedosa Allah tidak memisahkan mereka dengan pasangan mereka. Keempat, ketika aku berdosa aku dikeluarkan oleh Allah dari surga, sedang ketika umat Muhammad berdosa di luar surga Allah memasukkan mereka ke dalam surga setelah mereka bertaubat."

Demikianlah anugrah Allah yang amat besar. Sekalipun hamba-Nya berdosa Allah masih meberikan banyak hal kepada hamba tadi. Lebih-lebih kepada umat Nabi Muhammad Saw. yang sangat istimewa--semoga kita termasuk diakui Nabi Saw., sebagai umatnya.

Semoga yang demikian dapat kita rasakan. Kendati tidak harus melakukan dosa, jika kita terpeleset melakukan dosa  Allah mengampuni dosa-dosa kita dan masih memberi anugrah-Nya kepada kita. Amin.

Wallahu A'lam Bisshawab

Friday, June 19, 2020

Cara Memperoleh Surga

Cara Memperoleh Surga
Nashaihul Ibad Bab Ruba'iy
Oleh Mustamsikin

"Barang siapa mengoptimalkan empat hal maka ia akan memperoleh surga."
Hatim al-Asham

Banyak cara untuk kelak pantas menjadi penghuni surga. Hampir segala jalan kebaikan jika konsisten dikerjakan dapat dijadikan sarana memperoleh kebahagiaan di surga. Istana yang sangat mewah di alam keabadian. Istana yang sangat didambakan oleh orang-orang yang beriman.

Surga dapat diperoleh dengan berbagai jenis kebaikan sebagai tiket masuknya. Termasuk di antaranya yang disampaikan oleh kekasih Allah yang bernama Hatim al-Asham. Hatim mengatakan, "Siapa yang mengoptimalkan empat hal berikut akan memperoleh surga." Apa saja empat hal itu?.

Pertama, meninggalkan tidur hingga kubur. Syekh Nawawi memahami maksud ungkapan ini dengan seseorang meninggalkan nikmatnya tidur--di dunia sekarang ini. Ia sibuk dengan bersungguh-sungguh untuk memperoleh kenikmatan tidur di alam kubur kelak dengan berbagai amal saleh. Mempersiapan segala amal baik yang dapat menjadi bekal di alam kubur. Sehingga yang ada di kuburnya kelak berupa kenikmatan.

Kedua, meninggalkan kesombongan hingga mizan. Maksudnya seseorang tidak lagi menuturkan berbagai hal bentuk kesombongan. Melainkan ia dengan sungguh-sungguh memperbanyak amal kebajikan untuk memperberat neraca kebaikannya di hari ditimbangnya amal di akhirat nanti. Semakin ia sadar bahwa kesombongan tidak berarti dan merugikan sekaligus bergegas meninggalkannya maka seseorang tadi akan bertambah kebajikannya.

Ketiga, berbahagia hingga sampai _shirath._ Maknanya seseorang meninggalkan kesenangan jasmani untuk semakin gigih mengerjakan amal-amal saleh untuk kelak dapat menjadi sarana memperingan diri melintasi shirath atau jembatan di akhirat nantinya. Kian sungguh seseorang konsentrasi dan konsisten melakukan kebaikan maka ringan kemudian ia melintasi shirath.  

Keempat, meninggalkan syahwat hingga sampai surga. Syekh Nawawi menjelaskan bahwa penting bagi seseorang untuk mengendalikan keinginannya. Megekang nafsunya, untuk kemudian diarahkan untuk mengerjakan berbagai ibadah. Sehingga ibadah-ibadah yang dilakukan dapat ditukar nantinya dengan surga.

Meninggalkan syahwat merupakan bagian dari syarat menjadi penghuni surga. Sebab di surga dikelilingi berbagai hal yang tidak disukai oleh syahwat. Dibenci pula oleh nafsu.

Demkianlah beberapa hal yang dapat dioptimalkan sebagai cara memperoleh surga. Dengan banyak bermujahadah dalam maknannya sedikit tidur, kelak dapat menjadi bekal menikmati tidur di surga. Dengan meninggalkan kesombongan terhadap sesama dengan disertai konsentrasi mengrjakan kenajikan akan memperberat neraca kebaikan kelak di akhirat. Dengan meninggalkan kesenangan duniawai yang dibarengi dengan mengerjakan amal baik dapat mempermudah seseorang melintasi shirath. Dengan meninggalakan syahwat akan memperoleh kenikmatan di surga.

Wallahu A'lam Bisshawab

Wednesday, June 17, 2020

Jagalah Permatamu

Jagalah Permatamu
Nashaihul Ibad Bab Ruba'iy
Oleh Mustamsikin

"Ada empat hal yang dapat menghilangan permata dalam diri manusia"
Nabi Muhammad Saw.

Dalam diri manusia terdapat empat permata yang sangat berharga. Empat permata tersebut terdiri dari, akal, agama, rasa malu, dan amal saleh. Empat permata ini sewaktu-waktu dapat enyah dari dalam diri manusia. Maka dari itu penting untuk senantiasa menjaganya.

Untuk menjaga agar permata-permata itu tetap eksis dalam diri, maka menjadi sangat penting bagi seseorang untuk mengenali hal-hal yang dapat melenyapkannya. Apa saja itu? Nabi Saw., mengatakan, "Marah dapat menghilangkan akal, dengki dapat menghilangkan agama, tamak dapat menghilangkan rasa malu, ghibah dapat menghilangkan amal saleh."

Mengapa sedemikian penting menjaga akal? Karena darinnya kebenaran dan kebatilan dapat dikenali. Akal dapat menimbang baik dan buruk. Akal pula dapat menentukan apa yang terbaik untuk dilakukan.

Akal yang sangat penting demikian dapat hilang jika seseorang marah. Marah dapat mengacaukan sekaligus melenyapkannya. Lebih dari itu kata Nabi Saw., marah bukan saja dapat menghilangkan akal namun juga dapat merusak iman. Jika seseorang sudah marah maka akal tidak lagi mampu berpikir berimbang. Sama halnya juga jika akal terlalu senang maka ia juga tidak tepat pada posisi tengah-tengah.

Sepadan dengan pentingnya akal bagi manusia, agama pun demikian. Agama dalam arti syari'at sangat penting bagi keselamatan manusia dunia akhirat. Namun ingat, agama dapat hilang sebab timbulnya kedengkian dalam diri manusia. Kedengkian yang mendalam atas nikmat orang lain dapat mengacaukan agama. 

Seseorang dengan kedengkian dapat melanggar norma agama. Ia dapat menghalalkan segala cara untuk memuaskan kedengkiannya pada orang lain. Maka dari itu al-Qur'an pun memerintahkan agar  seseorang berlindung kepada Allah dari orang-orang yang mengumbar kedengkian-- hasidin idza hasad.

Permata dalam diri manusia yang penting dijaga berikutnya adalah rasa malu. Kita ketahui rasa malu sangat penting. Bahkan dikatakan malu adalah bagian dari iman. Saking pentingnya memiliki rasa malu, maka rasa malu pada diri seseorang harus dijaga keberadaannya. 

Jangan sampai rasa malu terancam eksistensinya sebab ketamakan. Tamak dapat memporak-porandakan pondasi dasa malu. Contoh paling nyata bahwa ketamakan dapat menanggalkan rasa malu adalah prilaku koruptif. Para koruptor yang tamak dapat menggarong kekayaan negara tanpa rasa malu. Bahkan sudah bebas dari bui tidak lama berselang masuk bui lagi sebab kasus korupsi yang berulangkali. 

Terakhir permata yang penting di jaga alam diri manusia adalah ghibah. Ghibah yang dimaksud adalah menyebutkan keburukan orang lain tidak dihadapannya atau dihadapan orang lain. Prilaku ghibah dapat menghapus amal saleh. Kesalehan yang besar pun dapat saja hilang sebab ghibah. 

Dengan seringnya ghibah amal saleh seseorang akan sirna. Yang tinggal hanyalah prilaku buruk atas orang lain. Dari amal saleh berubah menjadi gunjingan-gunjingan yang merugikan. Maka kemudian tidak tepat jika kesalehan seseorang masih ditumpangi dengan prilaku ghibah. 

Demikian kajian kitab Nasha'ihul Ibad kali ini. Semoga kita dapat mengambil manfaat darinya. Utamanya dalam menjaga keberadaan akal, agama, rasa malu dan amal saleh dengan tidak marah, dengki, tamak, dan  ghibah. 

Wallahu A'lam Bisshawab

Tuesday, June 16, 2020

Ada Apa dengan Ekspresi

Ada Apa dengan Ekspresi
Nashaihul Ibad Bab Ruba'y
Oleh Mustamsikin

"Barang siapa rindu ke surga maka beranjaklah ia  pada berbagai kebaikan. Barang siapa takut dari neraka maka ia akan memutus keinginannya nafsu. Barang siapa meyakini mati maka putuslah ia dari kelezatan. Barang siapa mengenali dunia sebagai tempatnya cobaan dan kekeruhan maka lemaslah musibah baginya."
Sayidina 'Ali bin Abi Thalib

Pengetahuan dan iman seseorang sangat mempengaruhi prilaku keseharian yang ia lakukan. Dengan pengetahuan dan iman pula, setiap derap langkahnya senantiasa dibarengi dengan pilihan-pilihan yang meyakinkan. Melalui pengatahuan dan iman pula seseorang mengekspresikan tingkah  hidupnya.  

Ekspresi seseorang yang ditopang pengetahuan dan iman, hidupnya akan lebih optimis dan memiliki pikiran positif, termasuk ketika ia memahami surga. Jika seseorang memahami bahwa surga adalah tempat yang keindahan dan kenikmatan yang hanya dapat diraih dengan amal saleh maka ia akan beranjak untuk memperbanyak amal saleh. Hal ini senada dengan ungkapan Ali bin Abi Thalib yang mengatakan, "Siapa merindukan surga maka beranjaklah ia melakukan amal kebaikan."

Jika di atas dikatakan dengan berbekal pengetahuan dan iman seseorang yang rindu surga akan segera melakukan kebaikan, maka dengan pengetahuannya atas neraka ia juga akan beranjak meninggalkannya. Maksudnya meninggalkan sesuatu yang dapat menjerumuskan dirinya dalam neraka. Utamanya memperturutkan nafsu amarah. 

Menuruti nafsu sangat berbahaya, karena nafsu jika dituruti maka tak pernah berhenti. Nafsu layaknya anak balita yang senantiasa meminta asi pada ibunya. Dengan menuruti nafsu besar kemungkinan seseorang akan terperosok dalam jurang neraka. Dengan demikian penting untuk selamat dari neraka agar tidak menuruti nafsu. Oleh sebab itu tepat jika Imam Ali Bin Abi Thalib mengatakan, "Siapa yang takut dari neraka maka ia akan mencegah keinginannya nafsu."

Selanjutnya, dengan pengetahuan dan iman seseorang pun juga akan memandang kematian sebagai pemutus kenikmatan duniawi maka tidak ada terbayang lagi rasanya kenikmatan. Akan terngiang dalam tekingan, angan dan pikirannya bahwa semua kenikmatan akan sirna jika maut sudah datang. Semua yang dapat dirasakan fisik akan sirna begitu maut menjemput. Yang demikian ini senada dengan perkataan _babul ilm_ Ali bin Abi Thalib yang menyebut, "Siapa yang meyakini mati maka pustuslah rasa nikmat." 

Bila orang dengan pengetahuan dan imannya meyakini maut adalah pemutus kenikmatan maka, dengan dunia pun demikian. Akan tertanam dalam dirinya bahwa dunia adalah tempatnya susah, sedih, dan bahkan penjara bagi orang yang beriman. Jika yang tertanam sudah demikian maka musibah, ujian dan cobaan apapun yang dialami dan dirasakan seseorang di dunia akan ia anggap hal sepele. Sesuatu yang sangat lumrah dan biasa-biasa saja. 

Bagaimana sedemikian lumrah dikatakan bahwa dunia adalah tempatnya ujian dan cobaan, karena memang kenyataannya demikian. Di dunia ini masalah datang silih berganti, layaknya orang di atas bahtera ditengah samudra yang ombak tak henti-hentinya menghantam bahtera itu. Selagi ia masih berada di atas bahtera maka ia akan terus mendapati hantaman ombak yang tak pernah berhenti. Maka kemudian penting menanamkan kesadaran bahwa dunia memang tempat yang sulit. Sehingga sebesar apapun ujian san cobaan menjadi terasa ringan. Sesuai dengan kata Sayidina Ali, "Siapa yang mengenali dunia sebagai tempatnya ujian dan kekeruhan maka ujian akan menjadi lemah."

Demikianlah ekspresi seseorang yang dipandu dengan pengetahuan dan iman. Semoga kita dapat mengambil hikmah dari uraian di atas.

Wallahu A'lam Bisshawab

Monday, June 15, 2020

Amalmu BagiKu

Amalmu BagiKu
Nasahihul ibad
Oleh Mustamsikin

Banyak yang tidak diketahui oleh manusia atas perbuatan yang ia lakukan. Apakah perbuatannya memiliki nilai di sisi Allah atau tidak. Apakah perbuatannya kelak memperoleh balasan di sisi Allah atau tidak. Keculai atas informasi yang disampaikan oleh Allah melalui risalah kenabian maupun melalui kitab suci-Nya.

Oleh sebab pengetahuan yang diinformasikan para nabi atau kitab suci, manusia menjadi mengerti bahwa amalnya memiliki nilai pahala. Amalnya kelak ditukar dengan surga dengan segala kenikmatan. Kebaikannya dilipatgandakan. Keburukanya dihapuskan dan begitu seterusnya. 

Termasuk di antara amal manusia yang bernilai tinggi di sisi Allah berdasarkan wahyu-Nya kepada para nabi kaum Bani Isra'il ada empat. Empat hal berikut sejatinya merupakan amal perbuatan yang nilai pahalanya dilebihkan setinggi-tinggi nya oleh Allah. Sehingga kadar pahalanya menyamai ibadah lain yang jauh lebih tinggi, seperti salat, puasa, sedekah dan jihad.

Dari keempat hal tersebut  yang pertama, berdiam diri atas kebatilan--menghindari kebatilan--bagi Allah setara nilai pahalanya dengan puasa. Bisa dibayangkan dari sini bahwa puasa memiliki pahala yang sangat besar. Kedudukkannya ibadah puasa pun sangat tinggi. Maka jika perbuatan menghindari kebatilan disetrakan nilai pahala sepadan dengan puasa maka ini sungguh balasan yang luar biasa.  

Selanjutnya, pemeliharaan seseorang atas anggota tubuhnya agar tidak melakukan hal-hal yang haram bagi Allah sepadan dengan pahala salat. Kita tahu bahwa salat merupakan ibadah yang paling utama di antara ibadah lain. Bahkan nanti ibadah salat menjadi yang pertama diperhitungkan di hadapan Allah. Oleh sebab itu jika seseorang menjaga dirinya agar tidak melakukan yang dilarang sepadan pahalanya dengan pahala salat tentu ini merupakan sebuah kistimewaan yang tak tertandingi.

Berikutnya, memutus harapan pada sesama makhluk Allah setara dengan pahala sedekah. Maksudnya jika seseorang tidak menggantungkan harapannya kepada selain Allah maka pahala yang ia peroleh sepadan dengan pahala sedekah. Dari memutus harapan sampai setara dengan sedekah tentu sebuah loncatan yang tinggi.  Maka kemudian di sinilah rahmat Allah ada bagi manusia. Rahmat berupa pelipatgandaan nilai sebuah ibadah. 

Terakhir, amal perbuatan manusia yang tinggi nilainya di sisi Allah adalah mencegah perbuatan yang menyakitkan sesama muslim. Dengan seseorang tidak menyakiti sesama, maka pahala yang ia peroleh di sisi Allah seperti pahalanya jihad. Sangat tinggi kadar nilai dan kelak balasannya. 

Demikianlah jika Allah telah berkehendak. Amal kebaikan yang mungkin di mata manusia nilainya kecil bisa jadi di sisi Allah menjadi besar. Maka kemudian tidak tepat jika seseorang mengerjakan amal baik memilah dan memilih sesuai pengetahuannya sendiri atas kemungkinan kadar pahalanya. Lebih baik mengerjakan semua amal kebajikan sesuia kadar kemampuannya walaupun itu mungkin bernilai kecil. Siapa tahu yang kecil itu yang diterima. Yang kecil itu yang diridhai. Yang kecil itu yang disambut rahmat-Nya yang besarnya tak terbatas.

Demikian uraian kajian kitab Nashaihul Ibad kali ini. Semoga membawa kebaikan bagi kita semua. Amin.

Wallahu A'lam Bisshawab

Kala Diam Lebih Utama

Kala Diam Lebih Utama
Nashaihul Ibad 
Oleh Mustamsikin

"Salat adalah tiangnya agama, dan diam lebih utama. Sedekah dapat memadamkan murkanya Allah, dan diam lebih utama. Puasa menjadi penghalau api neraka, dan diam lebih utama. Jihad penanda yang paling luhur dalam agama, dan diam lebih utama."
Nabi Muhammad Saw.

Diam pada saat yang tepat memiliki banyak manfaat dan keutamaan. Di antara keutamanaannya adalah menghemat energi. Lebih-lebih pada tengah hari di bulan puasa. Dengan diam energi seseorang tidak mudah habis. Apalagi untuk hal yang sia-sia.

Di samping menghemat energi dengan diam seseorang dapat dengan mudah meninggalkan hal-hal yang kurang atau bahkan tidak bermanfaat sama sekali. Sebagaimana Nabi Saw., memerintahkan untuk meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat. Apalagi yang hal-hal yang dimaksud dapat menambah pundi-pundi dosa seperti ghibah (menggunjing) dan namimah adu domba. 

Lebih dari itu masih banyak keutamaan dari diam, sebagaimana dalam kutipan sabda Nabi Saw., di atas. Jika di katakan bahwa salat adalah tiangnya agama, maka diam lebih utama. Maksudnya bukan lantas diam dan tidak salat bukan. Diam dalam posisi keutamannya sangat tinggi layaknya kedudukan salat dalam agama. 

Berkait kelindan dengan hal ini, Syekh Nawawi mengutio sebuah hadis yang di dalamnya menyatakan, bahwa diam menjadi lebih tingginya ibadah. Diam di sini dimaknai Syekh Nawawi, diam dari hal-hal yang tidak bermanfaat bagi urusan agama dan dunia. Sedang menolak orang yang menganiaya agama adalah ibadah. Mengapa dalam hal ini diam lebih utama karena asal banykanya kesalahan bermula dari lisan.

Selanjutnya dalam dikatakan di atas bahwa sedekah dapat memadamkan murkanya Allah, dan diam lebih utama. Pengertiannya, diam memiliki fungsi yang setara dengan sedekah. Jika sedekah mampu memadamkan api amarah maka diam mampu menutupi aib. Hal ini senada dengan sabda Nabi Saw.,--yang diukutip oleh Syekh Nawawi-- "Diam adalah perhiasan bagi orang alim--berpengetahuan--dan hijap bagi orang yang bodoh." Orang yang alim pada saat yang tepat akan semakin berwibawa dengan diam. Sebagaimana orang bodoh tidak akan diketahui kebodohannya selagi tidak  berbicara.

Berikutnya, Nabi Saw., mengatakan, "Puasa adalah penghalau--tameng-- dari api neraka,  dan diam lebih utama." Maksudnya, jika puasa dapat memghalau api neraka, maka diam juga dapat menghalau perkataan yang buruk. Menghindarkan dan menyelamatkan dari gunjing-menggunjing. Di samping itu, kata Nabi Saw., diam adalah akhlak tertinggi. 

Perlu dicatat dalam ingatan, meskipun kedudukan diam sangat tinggi, namun sebaik-baiknya diam, kata Syekh Nawawi, masih lebih baik menyibukkan diri dengan hal-hal yang menambah pahala seperti zikir, membaca al-Qur'an dan membaca ilmu. Diam yang seperti ini tidak lebih baik daripada amal-amal tersebut.

Terakhir, Nabi Saw., mengatakan,"Jihad adalah penanda paling luhur dalam agama dan diam lebih utama." Jihad sebagai amal menjadi sesuatu yang paling menonjol dalam agama. Sebagaimana diam memiliki hikmah yang sangat terang. Diam dapat mencegah dari kebodohan. Kendati hanya sedikit orang yang melakukannya.

Demikianlah uraian _ngaji_ kitab Nashaihul Ibad kali ini. Semoga uraian di atas membawa manfaat. Di samping dapat menambah wawasan bahwa diam pada saat yang tepat memiliki keutamaan yang sangat banyak. Membawa hikmah yang sangat nampak.

Wallahu A'lam Bisshwab

Empat Jenis Lautan

Empat Jenis Lautan
Nashaihul Ibad Bab Ruba'i Maqalah 7
Oleh Mustamsikin

"Lautan ada empat macam. Hawa nafsu adalah lautannya dosa. Nafsu adalah lautannya syahwat. Mati merupakan lautannya umur. Kubur adalah lautan penyesalan."
Sayyidina Umar bin Khatab 

Kajian kitab Nashaihul Ibad kali ini membincang tentang petikan hikmah yang disampaikan oleh Umar bin Khatab--seperti cuplikan di atas. Sebagaimana dikutip oleh Ibnu Hajar, Umar mengkategorikan lautan menjadi empat macam. Lautan yang dimaksud tidak hanya luas namun juga sangat dalam. 

Lautan yang pertama adalah kesenangan--memeprturutkan--nafsu menjadi lautannya dosa. Tak bisa dibayangkan jika seseorang memperturutkan hawa nafsunya hingga melampaui rel syari'at, tentu tiada lain buah yang ia akan petik adalah dosa. Semakin seseorang memberi peluang nafsu untuk terus bersenang-senang maka poin dosa yang akan ia kumpulkan akan semakin banyak.

Berikutnya, lautan yang kedua adalag nafsu. Nafsu yang dipahami oleh Syekh Nawawi sebagai nafsu amarah. Nafsu amarah merupakan lautannya syahwat. Bermula dari nafsu amarah seseorang akan melakukan yang ia senangi--syahwat--tanpa henti. 

Nafsu inilah yang terus mendorong hingga  seseorang melakukan keburukan. Menuruti kesenangan nafsu. Hingga kemudian ia menyesal dikemudian hari. 

Selanjutnya, lautan yang keempat adalah mati atau binasa. Mati menjadi lautan bagi umur. Jikalau mati telah tiba banyak atau sedikit banyaknya umur tiada beda di antara keduanya. Manusia boleh saja mati saat ia masih usia belia atau sudah berusia lanjut. 

Dihadapan kematian umur manusia tiada bedanya. Satu sama lain manusia binasa dihampiri kematian. Maka kemudian tidak heran jika Umar menyatakan bahwa mati adalah lautan umur. Umur apa dan siapa saja yang pada akhirnya akan berhadapan dengan namanya mati.  

Lautan yang terakhir adalah kubur sebagai lautan penyesalan. Kata Syekh Nawawi, bagi orang yang takut dan menyangka mati tidak akan menghampirinya maka kubur menjadi momok yang menakutkan baginya. Padahal kubur sejatinya adalah lautan penyesalan yang tiada akhir. 

Jika seseorang telah menghuni rumah yang namanya kubur sedang ia tidak memiliki bekal sama sekali maka menyesallah ia. Ia tidak lagi dapat beranjak kembali dari liang kuburnya. Ia pula tidak punya kesempatan untuk menghalau penyesalan yang telah ia rasakan. 

Demikianlah kajian kitab _Nasahaihul Ibad_ kali ini. Semoga nasehat di atas dapat memantik kita untuk lebih banyak berbuat kebaikan. 

Wallahu A'lam Bisshawab

Sunday, June 14, 2020

Melirik Nikmat Sendiri

Melirik Nikmat Sendiri
Oleh Mustamsikin

Banyak anugrah yang diberikan Allah kepada makhluk-Nya termasuk kita. Bagian dari anurgah-Nya adalah nikmat yang kita peroleh secara cuma-cuma. Sekalipun kita tidak meminta kita tetap diberi oleh Allah Swt. Misalnya ooksigen untuk kebutuhan pokok kita. Meskipun kita tidak pernah selalu meminta dalam hela nafas kita namun Allah tetap memberinya secara cuma-cuma pada kita. 

Anugrah Allah yang lain yang patut kita terus sebut dan ingat-ingat adalah berbagai nikmat-Nya. Apa saja bentuk nikmat itu. Bisa nikmat sehat, nikmat waktu luang, nikmat akal sempurna, fisik sempurna, hingga harta yang banyak jumlahnya.  Dengan berbagai nikmat yang demikian kita diperintahkan untuk terus menyebut-nyebutnya. Paling tidak sebagai wujud syukur kita atas nikmat yang diberikan Allah.

Untuk menyukuri nikmat Allah banyak cara yang dapat kita lakukan. Baik dengan ucapan, maupun prilaku. Dengan ucapan kita dapat berucap paling tidak dengan berucap alhamdulillah sembari menyebut-nyabutnya--bukan agar dilihat orang. Sedang syukur perbuatan dapat dilakukan dengan cara berprilaku baik. Menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya.

Selain itu penting untuk menyukuri nikmat tidak perlu melirik apalagi membandingkan dengan nikmat orang lain. Sehingga, timbul prilaku hasud. Prilaku yang membahayakan bagi diri seseorang dan orang lain. Dengan seseorang tidak melirik lebih-lebih terus memperhatikan nikmat orang lain, seseorang akan terhindar dari rasa iri dan mampu untuk lebih bersyukur.

Konsentrasi pada nikmat yang dimiliki apapun itu bentuknya akan menjadikan dada ini semakin lapang. Hati tidak merasa sesak sebab kedengkian yang memuncak. Di sisi lain, nikmat apapun yang kita peroleh dan yang berada pada orang lain itu sudah sesuai porsi yang diberikan Allah Swt. Jika seseorang dengki dengan nikmat orang lain hakikatnya ia sedang tidak terima atas pemberian Allah yang telah Ia takar porsi dan ukurannya. Sedang yang seperti ini amat membahayakan bagi kita dihadapan Allah Swt.

Sebesar apapun nikmat--dengan segala bentuknya--yang diberikan Allah kepada kita, itulah yang terbaik meskipun kita juga diperintahkan untuk terus berikhtiar untuk mewujudkan cita-cita dan kehidupan yang lebih baik. Pun juga yang diberikan Allah pada orang lain yang mungkin di mata kita itu lebih banyak dari apa yang kita miliki itu juga atas kadar dan ketetapan-Nya. Dengan demikian kita akan lebih mampu untuk terus bersyukur atas bikmat Allah bukan mengufurinya.

So, mari terus bersyukur. Agar hidup lebih makmur. 
Wallahu A'lam Bisshawab.

Saturday, June 13, 2020

Manisnya Ibadah

Manisnya Ibadah
Nashaihul Ibad Bab Ruba'iy Maqalah 8
Oleh Mustamsikin

Tujuan utama manusia diciptakan tidak lain adalah untuk beribadah. Menyembah Allah Swt., dengan segenap penghambaan dan semaksimal mungkin. Menyembah-Nya dengan memurnikan niat semata karena, dan untuk-Nya. Tidak untuk yang lain. 

Agar ibadah kepada-Nya menyenangkan hingga timbul rasa manis dalam beribadah tentu diperlukan resep manjur. Resep ini bukan sekadar resep. Melainkan resep yang dapat menjadikan seseorang menemukan rasa dari ibadah kepada Allah. Dapat menikmati semua jenis ibadah, sehingga ia terasa krasan 'bercengkerama' dengan Allah Saw saat beribadah.   

Membincangkan resep agar ibadah terasa manis, tepat rasanya jika nasehat dari Sayidina Usman bin Afan diuraikan di sini. Pada suatu ketika, Usman mengatakan, "Manisnya ibadah ditemukan pada empat hal. Pertama, menunaikan kewajiban yang Allah perintahkan. Kedua, meningglkan larangan-larangan-Nya. Ketiga, memerintahkan kebaikan, sekaligus mencari pahala dari Allah. Keempat, melarang kemungkaran dan menjaga dari murkanya Allah."

Dari ungkapan Usman bin Afan di atas, dapat diperoleh pengajaran bahwa agar seseorang dapat merasakan manisnya ibadah maka hendaknya ia mencoba empat hal tersebut di atas. Dengan seseorang sepenuh hati menjalankan kewajiban yang diperintahkan Allah, secara ikhlas--dalam keadaan bagaimanapun tetap konsisten--tidak menutup kemungkinan ia akan merasakan pengaturan Allah. Merasakan bahwa menghambakan diri bukan lagi kewajiban melainkan konsekwensi hamba kepada Tuhannya. 

Selanjutnya, jika kewajiban telah ditunaikan maka kebalikannya harus dijauhi bahkan bila mampu ditinggalkan. Seorang hamba dengan sekuat tenaga meninggalkan larangan-larangan Allah, maka ia akan manisnya ibadah akan tambah terasa. Larangan yang dimkasud menurut Syekh Nawawi, meliputi larangan yang kecil maupun yang besar. 

Jika yang demikian telah dilakukan maka perlu ditingkatkan dengan berupaya mengajak, dan memerintahkan kepada sesama untuk melakukan kebaikan dengan harapan mencari pahala dari Allah. Siapa yang melakukan hal ini tentu manfaat yang ia peroleh dapat dirasakan ornag lain. Lebih-lebih tentang manisnya ibadah. Rasa manisnya ibadah juga dapat dirasakan orang lain. 

Untuk menambah kesempurnaan rasa manis ibadah, maka seseorang perlu mencoba hal keempat yang dinasehatkan oleh Usman. Yakni dengan mencegah kemungkaran berasamaan dengan menjaga murka Allah. Dengan mencegah terjadinya kemungkaran diharapkan manfaat seseorang dengan setatusnya sebagai hamba Allah akan turut mendakwahkan syari'at-Nya. Di samping memang mencegah kemungkaran memang suatu kewajiban.

Demikianlah jika seseorang hendak merasakan manisnya ibadah. Ada baiknya resep dari Usman bin Afan ini dicoba. Syukur-syukur diamalkan. Paling tidak agar ibadah tidak hanya berasa biasa-biasa saja. Tawar-tawar saja, tanpa ada rasa manis sedikit pun.   

Wallahu A'lam Bisshawab

Empat Penyempurna

Empat Penyempurna
Nashaihul Ibad Bab Ruba'iy Maqalah 5
Oleh Mustamsikin

Kajian kitab Nashaihul Ibad kali ini mengurai empat hal yang dapat menyempurnakan empat yang lain. Empat hal berikut, merupakan ungkapan hikmah yang disampaikan oleh Abu Bakar, salah seorang sahabat utama Nabi Saw., yang bergelar al-Sidiq. Ibnu Hajar menempatkan perkataan Abu Bakar dalam kitabnya menempati urutan kelima pada bab ruba'iy. Empat  hal yang dimaksud sebagai berikut. 

Penyempurna yang pertama, ialah sujud sahwi. Sujud sahwi --sujud yang dilakukan sebelum salam sebab lalai tidak melakukan sunah ab'ad nya salat--dinilai Abu Bakar sebagai penyempurna salat. Mengapa demikian? Syekh  Nawawi menerangkan, bahwa saat mushalli melakukan hal yang menyebabkan sujud sahwi seperti ia lupa memindah bacaan salat tidak pada tempatnya. Maka yang demikian disunnahkan bagi  melaksanakan sujud ini.

Jika dirunut dari makna bacaan sujud sahwi ini menunjukkan betapa sekalipun seseorang salat ia dapat lupa. Tidak sepertihalnya Allah yang tidak pernah lupa sekalipun. Di sisi lain sujud ini hendak 'memosisikan' Allah sebagai Tuhan yang tak pernah tidur dan lupa. Menemoatkan-Nya sebagai zat yang maha sempurna. 

Berikutnya, penyempurna yang kedua adalah zakat fitrah. Zakat sebagai penyempurna puasa ramadhan. Zakat memiliki hubungan sangatlah penting dengan puasa. Ia menjadi syarat puasa pamungkas agar puasa wajib seseorang diterima oleh Allah. Maka kemudian tidak heran jika Abu Bakar menyatakan demikian. 

Kendatipun seseorang telah rampung puasa wajib namun ia enggan membayar zakat sedang ia mampu maka puasanya belum dapat diterima. Maka kemudian puasa wajib memerlukan peran zakat sebagai penyempura  agar puasa seseorang diterima oleh Allah Swt dan bernilai pahala.

Selanjutnya, penyempurna yang ketiga, _fidyah_ sebagai penyempurna ibadah haji. Terkait hal ini fidyah memiliki hubungan erat dengan ibadah haji. Menurut Syekh Nawawi, seseorang yang sedang beribadah haji dapat dikenakan membayar fidyah sebagai denda karena melakukan sebab-sebab ia dikenakan membayar fidyah Baik berupa menyembelih binatang ternak, atau yang lain. 

Penyempurna yang terakhir adalah jihad. Jihad sebagai penyempurna iman. Jihad yang dimaksud di sini dipahami oleh Syekh Nawawi dengan makna mengajak pada agama yang benar--Islam. Dengan jihad iman seseorang akan bertambah sempurna. 

Selain seseorang menjadi mukmin karena imannya ia juga memiliki peran dakwah kepada orang lain. Mengajak ke jelan yang benar. Mengajarkan agama yang benar kepada sesama. Sehingga iman yang ia miliki semakin bertambah sempurna dengan aktivitas jihad yang ia lakukan.  

Demikianlah empat hal yang dapat menyempurnakan empat hal yang lain. Meski tidak semuanya perlu dilakukan karena tidak adanya penyebab yang memicu hal-hal tersebut--seperti sujud sahwi dan fidyah bagi salat dan puasa--namun cukuplah hal-hal tersebut dapat menambah nilai sebuah ibadah yang bersinggungan dengan hal-hal penyempurna tersebut. 

Wallahu A'lam Bishawab

Empat Pengaman

Empat Pengaman
Nashaihul Ibad Bab Ruba'iy Maqalah 4
Oleh Mustamsikin

Dalam segala hal penting terciptanya suasana aman. Aman dari segala marabahaya. Suasana aman juga dapat menghadirkan ketenangan di dalam hati dan ketentraman dalam aktivitas. 

Tentang suasana aman, kajian kitab Nashaihul Ibad kali ini fokus pada empat hal yang menjadi pengaman pada posisinya masing-masing. Empat hal yang menjadi penyebab terciptanya suasana aman. Empat hal yang dimaksud sebagaimana sabda Nabi Saw., yang dikutip oleh Ibnu Hajar. 

Pengaman pertama dalam sabda Nabi Saw., ialah bintang sebagai pengaman penduduk langit. Dalam sabda beliau, Nabi Saw., mengatakan, "Para bintang penyebab aman bagi penduduk langit. Jika rontok maka itu menjadi keputusan Allah bagi penduduk langit". Sabda Nabi Saw., ini dipahami oleh Syekh Nawawi Banten, rontoknya bintang menjadi pertanda pecah, terlipat dan matinya malaikat. 

Pengaman yang kedua adalah, ahli bait Nabi Saw. (keluarga dan keturunan beliau) sebagai penyebab aman--suasana kondusif--bagi umatnya. Nabi mengatakan, "Ahli baitku menjadi pengaman bagi umatku maka jika merka hilang maka keputusan atas umatku." Syekh Nawawi memahami maksud hilangnya ahli bait Nabi Saw., sebab nampaknya bid'ah, menangnya hawa nafsu, perbedaan akidah, nampaknya Romawi, dan selainnya. Terjadinya peristiwa tersebut menjadi penyebab ahli bait Nabi Saw., banyak yang hilang--wafat.

Pengaman yang ketiga, Nabi Saw., sebagai penentram sahabat-sahabat beliau. Nabi Saw., mengatakan, "Aku menjadi pengaman bagi sahabat-sahabatku. Jika aku telah tiada maka keputusan terjadi pada sahabat-sahabatku." Maksud sabda Nabi Saw., ini dapat dipahami bahwa ia merupakan sosok yang senantiasa merahmati alam semesta. Utamanya para sahabat-sahabat beliau yang hidup secara langsung menjadi saksi hidup bersama beliau. Semasa dengan beliau. 

Nabi Saw., sebagai paling baiknya makhluk pembimbing umat, mampu menentramkan siapapun tak terkecuali sahabat-sahabat beliau. Hal ini nampak jelas ketika beliau wafat, belum sempat beliau disemayamkan para sahabat sudah saling berselisih satu dengan yang lain untuk menentukan pengganti beliau sebagai pemimpin pemerintahan Islam.

Pengaman yang terakhir adalah gunung bagi bumi. Kedudukan gunung kata Nabi Saw., sebagai pengaman bumi. Jika gunung telah tiada--boleh jadi meletus--maka bumi akan terancam. Jika gunung meletus saja dapat memporak-porandakan bumi dan dataran di bawahnya apalagi jika gunung lenyap berhamburan seperti debu. Niscaya bumi boleh jadi akan mengalami kehancuran dahsyat.

Demikianlah kajian kitab Nashaihul Ibad kali ini. Semoga kita semua dapat mengambil pelajaran dan manfaat dari sabda Nabi Saw., yang dikutip oleh Ibnu Hajar di atas. 

Wallahu A'lam Bisshawab

Membincang Empat yang Memenuhi Haknya Ibadah

Membincang Empat yang Memenuhi Haknya Ibadah
Nashaihul Ibad Bab Ruba'i Maqalah 6
Oleh Mustamsikin

Kajian kitab Nashaihul Ibad kali ini fokus pada kalam hikmah yang disampaikan oleh Abdullah bin al-Mubarak. Sekilas Ibnul Mubarak merupakan ulama' yang masyhur memiliki ungkapan penting tentang keharusan memiliki guru yang terkenal dengan istilah sanad. Sanad menurutnya adalah bagian dari agama. 

Kembali pada pembahasan utama tentang nasehat Abdullah bin al-Mubarak sebagaimana dikutib oleh Ibnu Hajar tentang empat hal yang memenuhi haknya ibadah. Empat hal yang dimaksud bertalian erat dengan ibadah salat, membaca al-Qur'an, puasa dan sedekah. Untuk lebih lanjut mari ikuti uraian berikut. 

Abdullah bin al-Mubarak mengatakan, "Barangsiapa setiap harinya salat sunah dua belas rekaat maka ia telah memenuhi haknya salat. Barangsiapa puasa tiga hari setiap bulannya, maka ia telah memenuhi haknya puasa. Barangsiapa dalam setiap harinya membaca seratus ayat maka ia telah memenuhi haknya membaca al-Qur'an. Barangsiapa setiap jumat bersedekah dengan dirham--uang--maka ia telah memenuhi haknya sedekah. 

Dari ungkapan Abdullah bin al-Mubarak di atas, hal pertama yang dapat pumemenuhi ibadah adalah menunaikan salat sunah dengan jumlah dua belas rekaat. Dua belas rakaat salat sunah yang dimaksud dipahami oleh Syekh Nawawi, terdiri atas salat sunah rawatib yang meliputi dua rekaat sebelum salat subuh, dua rekaat sebelum zuhur dan dua setelahnya, empat rekaat sebelum asar, dan dua rekaat setelah maghrib. Untuk memperkuat penjelasannya Syekh Nawawi, mengutip sebuah riwayat dari Imam Muslim, yang berisikan siapa-siapa yang salat sunah dua belas rekaat dalam seharinya maka Allah akan membangunkan rumah untuknya di surga. 

Selanjutnya, Abdullah bin al-Mubarak dalam ungkapannya di atas juga menerangkan pentingnya puasa sunah tiga hari dalam sebulan. Puasa tiga hari ini menurut Syekh Nawawi disebut dengan puasa yaumul bidh yakni puasa tanggal tiga belas, empat belas, lima belas, bulan qamariyyah. Menurutnya juga, hikmah dari puasa tiga hari setiap bulan seperti puasa sebulan penuh. Hal ini dipandang dari kelipatan kebaikan yakni setiap kebaikannya dilipatkan sepuluh kali.

Berikutnya, termasuk yang dapat memenuhi haknya ibadah menurut Abdullah bin al-Mubarak adalah membaca seratus ayat al-Qur'an dalam sehari. Seseorang yang membaca ayat al-Qur'an sejumlah seratus ayat setiap harinya maka sungguh ia telah memenuhi haknya membaca al-Qur'an. Dalam artian ia telah memenuhi standar minimal jumlah ayat al-Qur'an yang ia baca dalam seharinya. Selain itu, tentu akan lebih jika membacanya lebih dari seratus ayat. 

Terakhir, dalam pernyataan Abdullah bin al-Mubarak sebagai pemenuh haknya sedekah adalah sedekah senilai satu dirham pada hari jumat. Barang siapa yang mampu bersedekah senilai satu dirham pada hari jumat maka baginya telah memenuhi haknya--standar--sedekah. Yang demikian tidak menutup kemungkinan jika jumlah yanh disedekahkan lebuh banyak lagi tentu lebih baik.

Demikian uraian ngaji kitab kali ini. Semoga kajian ini bermanfaat. Menambah wawasan sekaligus berupaya meningkatkan semangat ibadah dengan memahami penjelasan kajian di atas.

Wallahu A'lam Bisshawab

Friday, June 12, 2020

Resep Menulis Cepat Prof. Mulyadhi Kartanegara


Resep Menulis Cepat Prof. Mulyadhi Kartanegara
Oleh Mustamsikin

Banyak ulama klasik  yang telah menulis ratusan karya. Hampir mereka menulis di atas kertas dengan menggoreskan pena. Sembari mengoreskan penanya mereka dengan cekatan menuangkan ide-ide yang ada dalam pikiran. Kemudian jadilah berbagai maha karya agung yang dapat kita nikmati hingga saat ini. 

Jika ulama dulu memiliki kecakapan dalam menulis yang demikian kuat maka hadirlah Prof. Mulyadhi Kartanegara sebagai cendekiawan abad ini yang tampil sebagai ilmuan muslim dengan segudang karya. Nama beliau begitu masyhur di jagat tulis nasional hingga internaisonal. Ratusan bahkan hingga puluhan ribu tulisan telah beliau selesaikan baik dalam bentuk buku maupun artikel ilmiah hingga tulisan ringan di media sosial.

Penulis memandang Prof. Mulyadhi sebagai ilmuan yang tampil sebagai Ibn Jarir At Thabari abad ini. Mengapa demikian? Sebab penulis menilai bahwa Prof. Mul adalah ilmuan muslim yang mampu menulis dengan sangat cepat. Selain itu tentu beliau adalah penulis yang sangat konsisten. 

Apa bukti konsistensi beliau? Beliau terus tanpa henti menulis baik ringan maupun berat hingga beliau menguraikan beberapa tips menulis cepat. Dari teori pertama menulis dengan niat mengharap ridah Allah dengan berpasrah mengikuti ketentuannya, disusul menulis dengan tangan tanpa jeda, kemudian menulis dengan sepontan tampa hambataan referensi, lanjut dengan ketenangan jiwa yang memeperlancar jadinya sebuah tulisan hingga memahami benar apa yang ditulis dan mau kemana tulisan itu di bawa. 


Rangkuman tips tersebut jika diurai sedikit panjang akan berjumlah lima. Lima tips menulis cepat ala Prof. Mulyadhi. Penulis memandang semua tips yang Prof. Mulyadhi paparkan semuanya mengandung nilai-nilai dan unsur keikhlasan, konsistensi, kecakapan, ketenangan, dan penguasaan. 

Demikianlah beberapa rangkuman tentang tips menulis cepat berkarya hebat ala Prof. Mulyadhi Kartanegara. Semoga beliau terus inspiratif mencerahkan dan mampu menjadi teladan dalam menghasilkan karya. Begitu juga bagi kita semoga mampu meniru aktivitas beliau dalam berkarya.

Wallahu A'lam Bisshwab
Keterangan gambar diambil dari status FB Prof. Mulyadhi

Thursday, June 11, 2020

Badai Pasti Berlalu

Badai Pasti Berlalu
Oleh Mustamsikin

Dalam kehidupan kita tidak terlepas dengan dua keadaan yang saling bertolak belakang. Antara perasaan senang, sedih, bahagia, atau menderita. Dua keadaan yang demikian adalah contoh kecil bahwa kehidupan kita tidak tetap. Terkadang senang terkadang pula sedih. Kadang bahagia kadang pula menderita.  

Perubahan keadaan yang demikian pasti akan dialami setiap yang hidup tak terkecuali kita. Sebab tarik ulur antara dua keadaan yang demikianlah menjadi satu alasan kita mampu bertahan hidup. Sebagaimana juga bumi ini masih ada sebab tarik ulur kebaikan dan keburukan. Tidak mungkin rasanya seseorang secara konsisten selalu dalam keadaan senang dan gembira. Tidak juga seseorang terus dilanda dengan perasaan sedih dan menderita.

Dengan silih bergantinya keadaan yang demikian mengajarkan kita untuk selalu siap untuk menghadapi setiap keadaan yang terjadi. Kita harus mampu menjalani hidup dalam dua keadaan yang selalu berubah. Sehingga jika dalam satu keadaan kita sedang baik-baik dan bersuka ria kita patut waspada sebab suatu ketika pasti akan datang keadaan yang membuat kita bersedih dan menangis. Sebaliknya jika sedang dalam keadaan yang serba sulit kita harus tetap optimis bahwa keadaan yang demikian tidak akan konsisiten. Badai pasti akan  berlalu.

Contoh nyata keadaan yang sulit seperti sekarang ini, suatu saat akan usai. Pandemi Covid-19 ini akan berakhir dan meninggalkan banyak kenangan dan pengajaran. Kita harus yakin demikianlah yang kelak akan terjadi. Pandemi ini akan usai, dan meninggalkan banyak kesan dan pesan untuk kehidupan mendatang. Paling tidak dari pandemi ini akan tertulis kisah perjuangan hidup untuk bertahan dalam keadaan yang serba carut marut untuk diceritakan di kemudian hari. 

So, kita harus memupuk rasa optimis bahwa bagaimanapun keadaan yang terjadi saat ini akan berganti. Akan tiba saatnya kita kembali normal dengan se normal-normlanya. Hidup kembali damai dengan tanpa rasa terhantui oleh perasaan dan ancaman dari Covid-19. 

Wallahu A'lam Bisshawab.

Wednesday, June 10, 2020

Adab Qur'ani

Adab Qur'ani
Syajaratul Ma'arif
Oleh Mustamsikin

Adab atau akhlak sangatlah penting dalam semua sendi kehidupan sosial masyarakat. Tanpa adab niscaya manusia laksana seperti lalat. Hinggap di sembarang tempat tanpa memedulikan apa yang harus ia sesuaikan dengan tempat itu. Lebih dari itu adab yang baik akan melahirkan hubungan sosial yang harmonis. 

Untuk menunjang hubungan yang harmonis demikian al-Qur'an mengajarkan adab yang dapat dipelajari dalam kehidupan. Tentang hal ini penting kiranya menyimak uraian dalam Syaikh Al-Izz bin Abdissalam (w.660h.) tentang adab qur'ani dalam Syajaratul Ma'arif. Untuk lebih lanjut mari simak sekmen berikut ini. 

Berkaitan dengan adab atau akhlak qur'ani, Al-Izz membaginya dalam dua bagian. Pertama, berakhlak dengan karakteristik kehambaan seperti merasa hina dan berlaku melakukan ketundukan. Kedua, berakhlak dengan sebagian sifat ketuhanan seperti adil dan berbuat kebaikan. (h.5)

Dengan klasifikiasi Al-Izz di atas setidaknya penulis menarik satu pemahaman untuk bagian yang pertama, bahwasannya secara qur'ani seseorang hendaknya memiliki akhlak yang baik dengan merasa rendah di hadapan Allah yang disertai dengan rasa ketundukan kepada-Nya. Akhlak ini sangatlah penting, sebab dengan merasa hina akan menghindarkan seseorang dari rasa sombong dan sok suci. Sedang dengan ketundukan seseorang merasa sebagai hamba yang senantiasa rela untuk mengikuti aturan tuannya yakni Allah Swt.

Adapun bagian yang kedua, tentang berakhlak dengan sifat ketuhanan seseorang hendaknya berbudi baik dengan meniru sifat-sifat Allah. Meskipun tentunya tidak semua sifat Allah boleh dijadikan sebagai panduan. Sebab terdapat kekhususan yang hanya ada pada Allah tidak selain-Nya. Apa itu? Tanpa permulaan, selalu abadi, dan tidak membutuhkan selain-Nya. Adapun yang mungkin dijadikan panduan akhlak adalah karater selain yang telah sifat Allah yang telah disebutkan tadi. Misalnya saja sifat dermawan, malu, murah hati, dan menepati janji. Sifat-sifat ketuhanan yang seperti inilah yang boleh diterapkan dalam kehidupan. 

Selanjutnya jika ada yang bertanya, Allah kan memiliki karkter al-Kibriya' maha sombong dan al-Udhmah maha agung. Pertanyaannya, apakah boleh manusia sebagai hambanya berlaku demikian? Jawabnya tidak boleh. Sebab Al-Izz dalam memandang sifat Allah sebagai akhlak membaginya menjadi dua. Pertama tidak mungkin dari sifat Allah itu dapat dijadikan panduan akhlak, seperti sifat agung dan sombong. Kedua, mungkin dan boleh untuk berakhlak dengan sifat Allah seperti menepati janji, dermawan, murah hati dan selainnya. (h.5)

Berakhak dengan meniru beberapa sifat-sifat Allah yang--boleh--demikian semampunya akan mendatangkan rida Allah. Allah yang maha pengasih akan senantiasa mencurahkan kasih-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang meiliki akhlak yang baik. Selain itu dengan akhlak yang baik juga secara otomatis akan mempermalukan setan.  

Demikianlah akhlak qur'ani dalam pandangan Al-Izz. Semoga akhlak-akhlak yang demikian dapat kita jadikan sebagai pedoman dalam berbudi dan beretika. Semoga kita mampu untuk berakhlak secara qur'ani dengan sekuat tenaga.

Wallahu A'lam Bisshawab.

Empat Keburukan

Empat Keburukan dan yang Lebih Buruk Darinya
Nashaihul Ibad Bab Ruba'iy Maqalah 3
Oleh Mustamsikin

Sebagaimana kebaikan yang beragam, keburukan pun demikian. Keburukan pun banyak ragamnya. Meski sebenarnya keburukan itu sendiri tidak ada, namun orang yang berlaku buruk menjadikan keburukan itu seakan 'ada'. 

Membicarakan tentang keburukan, kajian kitab Nashaihul Ibad kali ini akan mengulas tentang keburukan yang lebih buruk dipandang dari sisi pelakunya. Keburukan yang demikian dikatakan oleh ahli hikmah--sebagaimana dikutip Ibnu Hajar--ada empat. 

Keburukan yang pertama, dosa. Perbuatan dosa seorang pemuda itu buruk namun dosa yang dilakukan oleh orang tua lebih buruk. Siapapun pelaku dosa itu pada dasarnya buruk, sekalipun itu pemuda. Lebih buruk lagi jika dosa itu dilakukan orang tua. Tentang keburukan ini, penulis teringat ungkapan tua-tua keladi, semakin tua semakin menjadi. 

Sudah barang tentu jika orang yang umurnya sudah uzur masih saja berbuat dosa akan sangat buruk dalam pandangan. Usia yang sudah lanjut seharusnya dipergunakan untuk berbuat baik sebagai bekal kehidupan setelah mati nanti. Bukan malah untuk digunakan menimbun dosa. 

Berikutnya keburukan yang kedua adalah sibuk atas  urusan dunia. Sibuk atas perkara dunia bagi orang bodoh itu buruk namun lebih buruk lagi jika dilakukan orang alim--berpengetahuan. Dari keburukan jenis ini, sibut atas dunia dapat ditolelir atas orang yang tidak tahu dibanding dengan orang yang mengerti.  

Hal yang demikian selaras dengan sabda Nabi Saw., yang dikutip oleh Syekh Nawawi. "Barang siapa bertambah ilmunya namun tidak bertambah zuhud atas dunia maka tidak bertambah hubungannya dengan Allah kecuali semakin jauh." Dari hadis ini dapat dipahami bahwa sebaiknya seiring bertmbahnya pengetahuan seseorang semakin zuhud. Dapat mengelola hatinya dari keterikatan dengan sesuatu yang sifatnya duniawi. 

Selanjutnya, keburukan yang ketiga, malas taat kepada Allah. Malas melakukan ketaatan yang dilakukan manusia yang awam itu buruk, lebih buruk lagi jika itu terjadi pada ulama' dan pencari ilmu. Keburukan yang seprti ini tentu dapat mengherankan. Malas dalam taat kepada Allah boleh jadi wajar--meski buruk--dilakukan manusia awam, akan tetapi lebih mengherankan jika ulama' atau pencari ilmu yang memilki kedudukan tinggi malas taat kepada Allah. 

Idealnya malas taat kepada Allah itu tidak terjadi pada ulama, pewaris para nabi. Ulama tidak boleh malas. Ia harus senantiasa sesuai dengan perintah Allah dalam segala tindakan. Tidak boleh bermalas-malasan, yang sehingga merusak citra ulama itu sendiri.

Keburukan yang keempat adalah sombong. Sombong itu buruk dilakukan oleh orang kaya namun lebih buruk lagi jika orang fakir atau miskin melakukan hal ini. Idealnya sombong memang ada pada orang kaya--meski itu buruk, namun akan menjadi aneh dan lebih parah jika itu ada pada diri orang fakir. Orang kaya pantas ada yang disombongkan kekayaannya misalnya, namun orang fakir atau miskin? Apa coba yang dapat disombongkan. 

Nah, sombong seperti ini tidak pantas ada pada diri orang fakir maupun miskin. Berkaitan dengan hal ini penulis teringat dengan ungkapan, "Sudah miskin belagu." Sudah miskin masih saja sombong.

Demikianlah uraian tentang keburukan yang nilainya bertambah dipandang dari pelakunya. Semoga kajian ini bermanfaat.

Wallahu A'lam Bisshawab

Tuesday, June 9, 2020

Empat Kebaikan

Empat Kebaikan dan Kebaikan yang Lebih Baik darinya
Nashaihul Ibad Bab Ruba'iy Maqalah 2
Oleh Mustamsikin

Kebaikan banyak ragam dan macamnya. Lebih luas kebaikan adalah segala tindakan yang dibenarkan dan dianggap baik oleh agama dan adat masyarakat secara umum. Di sisi lain kebaikan mudah sekali dikenal. Al-Qur'an menyebutnya sebagai sesuatu yang ma'ruf.

Membincangkan kebaikan, dalam kajian kitab Nashaihul Ibad kali ini akan dibahas secara ringkas tentang kebaikan yang jika kebaikan itu dilakukan oleh orang yang lebih tepat akan bernilai lebih. Tentang hal tersebut terdapat empat kebaikan yang dikutip oleh Ibnu Hajar dari para ahli hikmah. 

Kebaikan yang pertama, sifat pemalu indah dan baik bagi kaum laki-laki namun akan lebih baik jika itu ada pada perempuan. Jika sifat malu itu ada pada perempuan tentu akan lebih elegan dan indah meski bagi laki-laki itu sudah menjadi kebaikan tersendiri. Jika perempuan dikatakan sebagai 'imadul bilad (tiangnya negara) maka sudah tepat ia memiliki rasa malu dan tentunya mampu menjaga kemaluannya.

Kebaikan yang kedua yakni, adil bagi setiap orang itu baik namun lebih baik lagi adil itu ada pada para pemimpin. Maksudnya memang adil--seimbang tidak zalim--baik dimiliki setiap orang. Akan tetapi jika adil ada pada diri pemimpin yang memiliki kekuasaan tentu lebih menempati posisinya. Hal ini tidak jauh karena pemimpin memiliki kekuasaan yang mampu memaksa yang ia pimpin melakukan keinginannya. Maka beruntunglah jika sekelompok masyarakat dipimpin oleh pemimpin memiliki sifat adil. Sehingga kemudian, ia tidak semana-mena dalam mengambil kebijakan.

Kebaikan yang ketiga, taubat itu baik bagi lansia namun lebih baik jika taubat dilakukan para pemuda. Tentang baiknya taubat ini, dapat dibayangkan betapa orang tua atau lanjut usia sadar dan konsisten bertaubat mrupakan aktivitas yang 'maha' penting sebelum ia kembali kehadirat-Nya. Namun demikian lebih menakjubkan dari itu jika taubat dilakukan oleh para pemuda. Remaja misalnya. Maka pertaubatan yang demikian sangat lebih baik dan utama.

Kebaikan yang keempat, dermawan. Prilaku dermawan baik dilakukan oleh orang-orang kaya para aghniya'. Namun lebih dari itu dermawan akan lebih baik lagi jika dilakukan oleh orang-orang faqir. Dermawan yang demikian tentu memiliki nilai yang sangat tinggi dipandang dari sisi pelakunya. Bagaimana tidak mengherankan jika dermawan ada pada para fakir miskin. Bagi dirinya sendiri yang sangat terbatas saja masih mampu memberi orang lain. 

Demikianlah uraian tentang empat kebaikan. Semoga kebaikan tersebut ada pada diri kita semua. Amin. 

Wallahu A'lam Bisshawab

Bekal Menuju Rumah Keabadian

Bekal Menuju Rumah Keabadian
Nashihul Ibad Bab Ruba'iy Bagian 1
Oleh Mustamsikin

Pangkal kehidupan ini tak lain dan tak bukan adalah kehidupan abadi di akhirat. Tidak ada akhir yang lebih jauh darinya. Tempat yang disebut al-Qur'an sebagai yang khairun lebih baik dan abqa lebih kekal dari dunia.

Sebagai pangkal dari perjalanan hidup yang telah digariskan Yang Maha Kuasa, tentu dibutuhkan berbagai bekal. Tidak cukup itu saja. Niat yang kuat didukung dengan keteguhan dan kesungguhan untuk menggapai kebahagiaan kelak diakhirat menjadi penopang utama disamping saku untuk bekal yang cukup. 

Untuk menuju tempat yang abadi ini, Ibnu Hajar mengutip sebuah hadis tentang bekal menuju akhirat. Bekal yang dimaksud ada empat. Sebagaimana Nabi Saw., memberikan pengajaran kepada sahabat Abu Dzar al-Ghifari. Nabi Saw., mengatakan, "Hai Abu Dzar perbaharui perahumu  karena lautan itu dalam; Bawalah saku yang sempurna karena perjalanan sangat jauh; Ringankan bawaanmu karena jalan yang sempit sulit pendakiaannya; Ikhlaslah dalam beramal karena Allah sebagai penilai Maha Melihat."

Dari sabda Nabi Saw, di atas dapat dipahami bahwa untuk menuju akhirat ada empat hal yang perlu diperhatikan. Pertama, senantiasa memperbaharui kendaraan. Dalam artian terus memperbaiki niat--sebagaimana penjelasan Syaikh Nawawi al-Jawi. Yang demikian bertujuan supaya selamat dari siksa Allah Saw. Kedua, memperbanyak bekal karena perjalanan ke sana sangat jauh dan menyulitkan. Ketiga, peringan barang bawaan--barang-barang duniawai--yang dapat memperberat langkah ke sana. Keempat, murnikan segala amal yang diperbuat, sebab amal yang diperhitungkan oleh Allah Yang Maha Mengetahui berdasarkan kadar keihkhlasan yang menyertainya.

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa kehidupan sejati adalah nanti. Kelak di akhirat. Kehidupan yang kekal lagi tidak akan lagi ada kehidupan selebihnya. Maka dari itulah dunia ini diibaratkan ladang yang nantinya di ladang itu supaya ditanami sehingga dapat dipetik hasil panennya dikemudian hari untuk ditukar dengan kehidulan yang lebih layak di akhirat. 

Demikianlah kajian kitab Nashaihul Ibad kali ini. Semoga bermanfaat. 

Wallahu A'lam Bissahwab
Keterangan foto Sonora.id

Monday, June 8, 2020

Mendidik dan Memuliakan Anak

 Mendidik dan Memuliakan Anak
Oleh Mustamsikin

"Muliakan anak-anak kalian. Sesungguhnya siapa yang memuliakan anak-anaknya akan dimuliakan Allah di surga. Sesungguhnya di surga terdapat rumah yang disebut dengan dar al-Farh tidak dapat memasukinya kecuali orang yang menggembirakan anak-anak."*
Kanjeng Nabi Muhammad Saw.

Anak merupakan kado pernikahan yang amat luar biasa dari  Allah zat yang maha kuasa. Anak juga merupakan anugrah sekaligus amanah dari Allah bagi pasangan suami istri yang Ia kehendaki untuk menjaganya. Amanah yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban atasnya. Sebab anak adalah amanah maka wajib bagi orang tua untuk menjaga amanah besar ini dengan sebaik-baiknya. Jangan sampai amanah ini terabaikan begitu saja, hingga kelak amanah ini akan menjadi fitnah dan musibah. 

Untuk menjaga amanah ini tidak mudah tentunya. Harus diperlukan perjuangan secara konsisten. Mulai dari anak baru lahir hingga anak itu dewasa. Perjuangan yang cukup berat inilah yang menjadi alasan mengapa menjadi orang tua yang senantiasa mendidik anaknya akan dibalas oleh Allah dengan sebaik-baik balasan. Bagi orang tua yang sukses mendidik anaknya akan memperoleh pahala yang begitu besar, sekaligus kelak ia akan memetik buah kerjanya di masa mendatang.

Mengapa pahala mendidik anak begitu besar? Sebab sejatinya kewajiban mendidik anak setara dengan kewajiban menghormati orang tua. Tentang hal ini Nabi Saw., menyinggung bahwa memuliakan anak akan menjadi penghalang masuk neraka. Selain itu Nabi Saw., juga memerintahkan pada orang tua agar mendidik adab pada anaknya, kurang lebih Nabi Saw., mengatakan,"Muliakan anak-anak kalian dan didiklah baik adab mereka." (1)

Selanjutnya, pendidikan untuk anak begitu penting. Selain di atas disinggung anak adalah amanah yang harus dijaga mendidik anak adalah kewajiban setiap orang tua yang tak dapat ditawar. Orang tua yang enggan mendidik anak kelak ia akan menyesali perbuatannya dikemudian hari. Bukan saja azab yang ia peroleh di akhirat kelak, di dunia orang tua yang seperti ini akan dipermalukan oleh anak-anak mereka. Siapa yang mendidik anak dengan benar kelak ia akan bahagia. Sebaliknya siapa yang mendidik anak dengan ceroboh maka ia kelak akan sengsara.

Kesengsaraan menjadi orang tua sebab menelantarkan anak akan terjadi di dunia bahkan di akhirat kelak. Tidak menutup kemungkinan kesalahan anak akan menyeret orang tua dimahkamah akhirat. Anak akan menuntut orang tua sebab haknya tidak dipenuhi. Tidak didik semestinya sebagaimana perintah agama. 

Maka bagi orang tua sangat penting selalu memantau anak dengan semestinya. Pendidkannya, pergaulannya, kecenderungan bertemannya, akhlak dan prilakunya. Yang demikian merupakan tugas orang tua sebagai pemangku amanah dari Allah Swt. Jika dengan pendidikan orang tua anak menjadi baik maka kebaikan akan kembali juga pada orang tua. Sebaliknya jika anak menjadi buruk sebab kesalahan pendidikan orang tua terhadapnya maka orang tua akan menanggung jua akibanya. 

Sebagai penutup, mari sama-sama berhati hati dalam menjaga anak, mendidik, serta memenuhi hak-haknya. Selain amanah anak juga titipan. Sewaktu-waktu anak dapat diambil oleh pemiliknya. Maka dari itulah memenuhi hak-hak anak sejak dini adalah cara terbaik untuk menjaga amanah dan titipan-Nya ini.

Wallahu A'lam Bisshawab
*(1) Kitab Lubabul Hadis Karya Jalaluddin Al-Syuyuthi h. 49.

Memotret Lukisan di Surga Mungkinkah?

Memotret Lukisan di Surga Mungkinkah?
Al-Mizan Al-Kubra
Oleh Mustamsikin

Surga dengan segala keindahan dan isinya memang sulit untuk digambarkan. Bahkan seringkali surga dilukiskan dengan sesuatu yang tidak dapat indra dengan penglihatan, tidak dapat didengar dengan telinga, dan tidak terbersit di dalam hati manusia. Meski demikian kitab suci al-Qur'an maupun hadis menginformasikan potret surga sebagai tempat yang sagat indah dengan segala pernak-perniknya. 

Meski keindahan surga dari sisi keindahannya sangat rahasia--apalagi direkam melalui panca indra--akan tetapi tidak menutup kemungkinan terdapat hamba Allah yang Ia kehendaki mampu mengindra surga dengan penglihatannya. Termasuk di antara hamba Allah yang Ia kehendaki mampu untuk memotret bagian dari isi surga adalah Syaikh Abdul Wahab bin Ahmad Al-Sya'raniy (w.937h.)--selanjutnya disebut Imam Al-Sya'raniy. Bagaimana kisah Imam Al-Sya'raniy menelisik surga dan menggambarkan salah satu lukisan di surga? Simak uraian berikut.

Sekilas Imam Al-Sya'raniy merupakan salah satu ulama pilihan yang memiliki kemampuan luar biasa. Bukan saja kecakapan lahir sebagai ahli fikih pilih tanding namun ia juga sosok sufi yang memiliki kedudukan tinggi di sisi Allah. Kemampuan Imam Al-Sya'raniy yang luar biasa demikian terurai jelas dalam kitab al-Minan al-Kubra. Dalam kitab tersebut dengan sangat percaya diri Imam Al-Sya'raniy memaparkan seluruh prestasi-prestasi yang pernah ia capai. Termasuk paparan akan kecakapannya dari sisi intelektulitasnya. Hingga derajat yang begitu tinggi di sisi Allah Swt.

Selain dalam kitab yang penulis sebut di atas, dalam karya Imam Al-Sya'rany yang lain yang berjudul Al-Mizan Al-Kubra Al-Sya'raniy mengutarakan betapa ia mampu menggambar satu lukisan yang pernah ia lihat di surga. Al-Sya'raniy dalam kitab ini menyatakan,"Tidaklah aku menggambar kubah-kubah ini dengan akalku. Namun aku menggambar kubah-kubah itu atas lukisan yang pernah aku lihat di surga pada suatu kesempatan." Pada kitab ini juga Imam Al-Sya'rani memadukan fikih dengan tasauf. Kitab yang memadukan dua disiplin antara fikih dan tasauf. Kitab fikih yang kental dengan bernuansa tasauf (h.54)

Dari penjelasan Imam Al-Sya'raniy di atas dapat diperoleh informasi bahwa ia termasuk hamba pilihan Allah yang memiliki kemampuan--dengan izin dan kuasa-Nya--memotrat isi surga. Bukan itu saja ia dengan gagah berani menyebarluaskan apa yang ia rekam dari isi surga dengan memasukkan potret yang ia rekam itu dalam kitabnya Al-Mizan Al-Kubra yang ia tulis sebagai timbangan atas pendapat-pendapat mazhab empat.

Dalam pandangan penulis, Imam Al-Sya'raniy dengan gambar yang ia viralkan ini dapat kita ambil sisi positifnya. Termasuk sebagai suatu gambaran yang nyata tentang keindahan surga. Surga yang keindahan dan isinya diinformasikan hanya melalui kitab suci dan sabda nabi melalui sajian Imam Al-Sya'raniy yang menuangkan apa yang ia lihat di surga dalam Al-Mizan Al-Kubra yang kita kaji saat ini.

Demikianlah sebagian kemampuan hamba Allah yang Ia kehendaki mampu mengetahuai sesuatu yang secara umum tidak dapat diketahui orang. Semoga dengan mengetahui hal-hal seperti ini menambah keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah. Surga yang begitu indah adalah sesuatu yang nyata. Yang kelak dihuni oleh orang-orang yang beriman dan orang-orang yang dikehendaki oleh Allah menempatinya. Di samping bertambahnya iman dan takwa tentu apa yang disajikan Imam Al-Sya'raniy akan menambah wawasan yang sangat berharga.

Terakhir semoga kita termasuk orang-orang yang kelak mendapat tempat di surga. Dengan rahmat dan ridha dari Allah Swt. Amin.

Wallahu A'lam Bisshawab
Dikutip dari kitab Al-Mizan Al-Kubra Karya Abdul Wahab bin Ahmad bin Ali Al-Anshary yang terkenal dengan sebutan Imam Al-Sya'raniy.

Saturday, June 6, 2020

Kisah dan Nasehat Sufi

Kisah dan Nasehat Sufi
Al-Risalah Al-Qusyairiyyah
Oleh Mustamsikin

"Dari mana kamu memperoleh ilmu ini ? Dari dudukku di hadapan Allah selama tiga puluh tahun. Semua jalan bagi itu tersumbat/buntu. Kecuali atas seseorang yang memilih jalan Rasulullah Saw."
Al-Junaid bin Muhammad

Kisah laku para sufi tidak jarang menarik perhatian. Termasuk bagaimana para sufi 'bergaul' dengan Allah Swt. sehingga mereka memiliki kedudukan yang amat dekat dan istimewa di sisi-Nya. Tidak jarang pula kisah-kisah mereka memukau akal. Selain kisah mereka yang kadang luar biasa, mereka juga sering mengujarkan kalimat-kalimat yang penuh dengan pesan dan nasehat. Kisah luar biasa dan nasehat yang penuh makna seperti ini juga melekat pada salah satu sufi besar Al-Junaid bin Muhammad--Imam Junaid (w.297h.). Untuk mengetahui bagaimana kisah Imam Junaid mari ikuti sekmen kajian kitab al-Risalah al-Qusyairiyyah berikut.

Sedikit tentang identitas Al-Junaid bin Muhammad atau Imam Junaid menurut Imam Al-Qusyairi (w. 465 h.) dalam kitab Al-Risalahnya. Imam Junaid merupakan wali besar yang menjadi pemimpin para sufi yang begitu terkenal. Ia merupakan sufi yang sering disebut dengan panggilan Abul Qashim Al-Junaid bin Muhammad. Ia berasal dari Nahawand lahir dan tumbuh di Iraq, putra seorang pedagang kaca. Sejak kecil Imam Junaid sudah memiliki kecakapan dalam ilmu-ilmu agama. Bahkan ia merupakan salah satu ahli fiqih pengikut mazhab Abu Tsaur yang sudah menjadi mufti sejak usia dua puluh tahun. (h.430)

Tentang pergaulan dengan sufi, Imam Junaid merupakan kemenakan dari Al-Sirri. Bergaul dengan sufi besar Al-Haris Al-Muhasibi, dan Muhammad bin Ali Al-Qashab. Sebab pergaulan dan persinggungannya dengan sufi-sufi besar inilah sedikit banyak memberi pengaruh Imam Junaid hingga kelak ia menjadi pemimpin besar para sufi. Di sisi lain derajat tinggi yang diperoleh Imam Junaid juga didukung oleh semangatnya dalam beribadah. Bahkan dalam kesehariannya ia mengerjakan salat empat ratus rekaat. (h. 431)

 Di antara kisah yang memukau akal dari Imam Junaid ketika suatu kesempatan ia di tanya, "Dari mana kamu memperoleh ilmu ini?" Imam Junaid menjawab, "Dari dudukku di hadapan Allah selama tiga piluh tahun". Selain itu dalam perbincangan yang lain, ketika Imam Junaid mendekati wafat ia sempat mengkhatamkan al-Qur'an kemudian memulai membaca al-Qur'an hingga tujuh puluh ayat dari surah al-Baqarah kemudian ia menghembuskan nafas terakhirnya. (h. 431)

Adapun nasehat Imam Junaid yang dapat dijadikan perenungan di antaranya berbunyi, "Semua jalan buntu atas makhluk. Kecuali bagi orang yang memilih laku Rasul Saw." Selain itu Imam Junaid pernah mengatakan, "Barang siapa tidak hafal al-Qur'an dan tidak menulis hadis maka ia tidak dapat diikuti atas suatu perkara. Sebab pengetahuanku berpijak pada al-Qur'an dan hadis." Suatu ketika ia juga mengatakan, "Aku tidak mengambil tasauf dari pendapat ini dan itu. Namun dari prilakuku selalu lapar, meninggalakn dunia, memutus kecondongan nafsu dan selalu berbuat baik."

Dari kisah dan nasehat Imam Junaid di atas dapat kita ambil pelajaran bahwa untuk menjadi orang yang besar harus berkawan dengan orang-orang besar. Laiknya Ima Junaid berkawan dengan sufi-sufi agung yang lain. Selain itu harus didukung dengan usaha yang keras dan maksimal--seperti ibadahnya Imam Junaid yang konsisten dan tanpa lelah. Di tambah lagi untuk sampai tujuan dengan berhasil herus melalui jalan yang tepat. Sepertihalnya ketika seseorang ingin sampai tujuan dekat dengan Allah dengan mengikuti jalan rasul-Nya Muhammad Saw.

Demikianlah kisah keteladanan dan sari-sari nasehat dari Al-Junaid bin Muhammad. Petikan-petikan hikmah dari kalam Imam Junaid dapat kita renungkan. Sehingga langkah kita untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah kian mantap dan semakin tegap.

Wallahu A'lam Bisshawab.
Seri kajian kitab tasauf Al-Risalah Al-Qusyairiyyah karya Abu Al-Qasim Abdul Karim bin Hawazan Al-Qusyairiy Al-Naisaburiy.

Friday, June 5, 2020

Allah Yang Maha Lembut

Allah Yanga Maha Lembut
Syajaratul Ma'arif
Oleh Mustamsikin
"Di antara kelembutan Allah yang maha mengasihi yakni, Allah tidak memerintahkan kita kecuali untuk memperoleh kebaikan di dunia maupun di akhirat atau salah satunya. Tidak pula melarang kecuali terhadap sesuatu yang dapat mendatangkan kerusakan baik di dunia maupun di akhirat atau salah satunya."
Syaikh Al-Izz bin Abdissalam

Allah adalah yang disebut dalam ayat pertama surah al-Fatihah sebagai zat yang maha rahman dan rahim. Yang mengasihi dan menyayangi. Selain Allah maha engasihi dan menyayangi Ia juga sangat lembut. Kelembutan-Nya tidak dapat diukur dengan sesuatu apapun. Sebab tidak ada sesuatu apapun yang mampu membandingi kelembutannya. 

Kata Al-Izz (w.660 h.) menerangkan bahwasannya kelembutan Allah pada hambanya itu untuk keberlangsungan kebaikan dan mencegah kerusakan. Ketika Allah memerintahkan sesuatu kepada hamba-Nya maka perintah itu untuk mendatangkan kebaikan baik di dunia dan di akhirat atau salah satunya. Sebaliknya ketika Ia melarang sesuatu pada hamba-Nya semata-mata agar tidak terjadi kerusakan di dunia maupun di akhirat atau salah satunya.(h.4-5)

Memang bila kita pikir secara mendalam setiap perintah Allah akan mendatangkan kebaikan. Sepertihalnya Allah memerintahkan zakat. Selain agar zakat untuk menyucikan diri dan harta bagi muzakki zakat juga dapat untuk membantu mustahik. Setidaknya agar saat berlebaran ia tercukupi makanan pokoknya. Sebaliknya ketika Allah melarang mengkonsumsi segala yang memabukkan--khamr dan sejenisnya--maka semata-mata agar tidak terjadi kerusakan atas efek yang ditimbulkanya. Sebab orang yang mambuk dapat melakukan kerusakan secara tidak sadar. Mulai memukul orang lain yang tidak bersalah hingga melakukan perkosaan hingga pembunuhan.

Selanjutnya Al-Izz juga menerangkan tentang apa yang dimaksud dengan kebaikan--mashlahah dan kerusakan--mafsadah. Maslahah yang dimaksud di sini adalah kelezatan atau yang mrnyebabkan lezat. Atau juga mashlahah dapat dimaknai sebagai kegembiraan atau penyebabnya. Sedangkan yang dimaksud dengan mafsadah adalah rasa sakit atau penyebabnya. Ataupun dapat dimaknai dengan kesedihan atau penyebabnya.(h.5) 

Dari penjelasan Al-Izz tentang kebaikan maupun kerusakan di atas dapat dipahami bahwa kebaikan akan mendatangkan kelezatan sekaligus kenikmatan. Kebaikan akan pula berujunga pada kegembiraan. Sedangkan kerusakan akan menjadi penyebab timbulnya penyakit atatu kesakitan yang psda ujungnya adalah rasa sedih yang tak berkesudahan. Pada kesimpulannya kebaikan akan berbuah kebaikan. Sedang kerusakan akan berbuah kerusakan.

Sebagai manusia yang dianugrahi akal yang sempurna dengan dipandu kitab suci melalui penjelasan Nabi Muhammad Saw., Sahabat dan pengikut serta ulamak-Nya--seperti Al-Izz--kita mampu membedakan kebaikan dan kerusakan. Apa saja yang mendatangkan kebaikan dan apa saja yang mendatangkan keburukan. Dengan bekal itu semoga hidayah senantiasa menyertai kita.

Demikian kajian kitab Syajaratul Ma'arif kali ini. Semoga kita dapat mengambil pelajaran dari kalam-kalam indah penuh makna dari Al-Izz bin Abdissalam. Paling tidak untuk dijadikan sebagai bahan renungan untuk kehidupan yang lebih baik.

Wallahu A'lam Bisshawab

Thursday, June 4, 2020

Keutaman Manusia

Keutamaan Manusia
Syajaratul Ma'arif 3
Oleh Mustamsikin

Jamak diketahui bahwa manusia merupakan makhluk yang teramat mulia. Allah benar-benar memuliakan manusia meski Ia juga memfiramnkan bahwa manusia itu _dhaluman jahula._ Dari sudut manapun manusia adalah makhluk Allah yang memiliki banyak kelebihan dari makhluknya yang lain. Manusia lebih unggul dari benda mati seperti batu yang hanya sebagai objek. Lebih baik dari tumbuhan yang dapat merasa tanpa dapat berucap. Lebih sempurna atas binatang yang bisa bersuara namun tidak dapat mengutarakan ekspresi perasaanya dengan sempurna.

Selain keunggulan manusia atas makhluk Allah yang lain seperti benda mati, tumbuhan dan binatang manusia diberi anugrah berupa kemampuan berucap dengan jelas, dan akal yang sempurna lengkap dengan kemampuan memahami sesuatu. Dapat dididik dengan baik dan sempurna. (h.3)

Atas keunggulan dan keutamaan manusia tersebut maka kemudian dibebankan atas manusia berbagai perintah dan larangan oleh Allah melalui pengajaran al-Qur'an. Manusia diperintahkan untuk berbuat kebaikan serta dilarang untuk berbuat dosa dan kelaliman. (h.3)

Meski fasilitas yang diberikan Allah kepada manusia kemudian sebagai pertanggungjawaban itu dikenakan padanya suatu aturan--berupa perintah dan larangan tadi--Allah dalam perintah dan larangannya menyiapkan setiap balasannya. Tentang balasan ini Syekh Al-Izz bin Abdissalam (W. 660 H.)menuturkan bahwa konsekuensi amal manusia baik secara lahir maupun batin ada dua.

Pertama, menjadikan manusia mengabadi di surga dan memperoleh ridha dari Allah yang maha pengasih. Kedua, menetapkan manusia berada di neraka selamanya serta mendapat kemurkaan Allah zat yang maha membalas segala perbuatan. Kecuali bagi yang diampuni oleh-Nya.

Dua kemungkinan inilah balasan yang diperoleh manusia atas apa yang ia kerjakan. Boleh jadi ia abadi di surga. Boleh jadi pula ia kelak menjadi penduduk tetap neraka.

Namun demikian dua  perlu diingat bahwa baik di surga maupun di neraka kelak semua atas kehendak dan ketetapan Allah. Boleh jadi Ia mengampuni pendosa dengan sifat-Nya yang maha pengampun kemudian si pendosa tadi dimasukkan surga dengan anugrah-Nya. Bisa jadi juga ahli ibadah dimasukkan ke dalam neraka dengan sifat-Nya yang maha kuasa.

Selain itu perlu diingat bahwa Allah sangat maha kuasa. Kekuasan-Nya tidak terbatas. Ia tetap berbuat semau-Nya baik saat ini hingga kapanpun bahkan di akhirat kelak. Oleh sebab itulah atas kekuasaan-Nya semua kemungkinan atas manusia dapat terjadi. Sehingga manusia menjadi lebih hati-hati dalam beramal baik dan berbuat dosa. Tidak lantas membanggakan  amal bagi ahli ibadah. Tidak pula ceroboh berbuat dosa semaunya.

Demikianlah keutamaan manusia dengan segala keunggulan dan tuntutan yang diberlakukan untuknya. Semoga kita semua menjadi manusia-manusia yang dibimbing oleh hidayah-Nya sehingga memperoleh ridha-Nya. Dengan harapan hidup bahagia, mati masuk surga dan mendapat ridha-Nya. Amin.

Wallahu A'lam Bisshawab

Tuesday, June 2, 2020

Syajaratul Ma'arif 2

Fisik yang Baik dan Rusak
Syajaratul Ma'arif 2
Oleh Mustamsikin

Banyak pelajaran yang dapat diperoleh dari uraian Sulthanul Ulama' Al-Izz bin Abdissalam (W. 660 H.) dalam kitab Syajaratul Ma'arif. Sebagaimana beberapa hari yang lalu penulis menyajikan penjelasan Al-Izz tentang hati yang baik dan yang rusak. Kali ini penulis akan menguraikan tentang fisik yang baik dan fisik yang rusak. 

Dalam penjelasannya Al-Izz menyatakan bahwasannya fisik yang baik memberi pengaruh secara sempit dan luas. Fisik yang baik dalam pengaruhnya secara sempit dicontohkan oleh Al-Izz dengan prilaku rukuk dan sujud. Sedang dalam makna fisik yang baik secara luas digambarkan dengan prilaku memberi maaf dan suka memberi atau dermawan. 

Penjelasan Al-Izz tentang fisik yang baik di atas dipahami oleh penulis sebagai bentuk pengabdian seorang hamba kepada Allah Saw. Setidaknya pengabdian itu ditunjukkan dengan rajin beribadah. Rajin ibadah di sini tercermin dari prilaku rukuk dan sujud. Rukuk sebagai gambaran ketundukan, sujud sebagai cerminan penghambaan. 

Di sisi lain, memang rukuk dan sujud merupakan karakter utama ibadah yang paling utama yakni salat. Salat sebagai satu ibadah yang dalam pelaksanannya tidak dapat ditawar kecuali orang yang telah hilang akalnya. Selama akal seseorang masih normal maka baginya dalam keadaan apapun mendapat tuntutan melaksanakan salat. 

Sedang secara luas Al-Izz menggambarkan bahwa fisik yang baik terwakilkan dengan prilaku memaafkan dan memberi. Mengapa memaafkan? Karena memaafkan merupakan kegiatan tidak mudah dilakukan dan perbuatan yang sangat mulia. Adapun dermawan merupakan satu perbuatan yang sangat mulia. Sebab suka memberi tidak mudah banyak dilakukan banyak orang.

Selanjutnya, selain Al-Izz membagi pengaruh fisik yang baik secara sempit maupun luas, Al-Izz juga menyingkap hal yang sama pada fisik yang buruk. Menurutnya, fisik yang buruk secara sempit dapat tergambarkan dari prilaku meninggalkan ibadah yang pendek--ringan. Sedangkan seara luas, fisik yang buruk dapat mersinggungan dengan orang lain seperti prilaku adu domba dan dusta. 

Penulis memahami perbuatan meninggalkan ibadah yang pendek--ringan--merupakan cerminan dari kemalasan dan ketidakpatuhan pada pencipta. Ibadah sebagai tugas utama manusia di dunia yang ringan saja ditinggalkan apalagi yang besar. Tentu hal seperti ini cukup sebagai gambaran betapa fisik yang buruk enggan untuk digerakkan untuk beribadah meski itu ringan.

Bahkan secara luas, fisik yang buruk dapat melakukan tindakan yang sangat merugikan yakni adu domba dan dusta. Adu domba merupakan satu perbuatan yang benar-benar dapat merusak keharmonisan dan ketentraman antar sesama. Begitu juga dusta. Pengaruh keduanya sama saja merugikan diri sendiri dan juga orang lain. 

Dari uraian di atas dapat ditarik benang simpul bahwa fisik yang baik maupun yang buruk sama-sama berpengaruh baik secara sempit maupun luas. Secara sempit berhubungan dengan penghambaan pada pencipta seperti rukuk, sujud hingga mrningglkan ibadah yang ringan. Sedang secara luas berpengaruh pada sesama.   Seperti prilaku memberi maaf, dermawan, hingga adu domba dan dusta.

Demikianlah pelajaran yang dapat disarikan dari kitab Syajaratul Ma'arif. Semoga penjelasan-penjelasan Al-Izz bin Abdissalam dapat kita ambil nilai-nilai hikmahnya. Pun juga dapat kita jadikan cermin apakah sesuai dengan prilaku kita atau tidak.

Wallahu A'lam Bisshawab
Ketrangan gambar https://www.alodokter.com/