MUSTAMSIKIN

Tafsir Al-Hasan Al-Bashriy

Monday, January 31, 2022

Adab Guru Bersama Murid

Adab Guru Bersama Murid 
(Bagian Ke 4) 
Kajian Kitab Jawahirul Adab 
Oleh Mustamsikin
Di antara adab guru ketika bersama murid pada kajian kitab Jawahirul Adab yang telah lalu adalah meninggalkan sifat sombong. Kecuali rasa sombong yang ditujukan untuk meyombongi orang sombong. Selanjutnya untuk melengkapi adab guru bersama murid pada kajian ini akan dibahas mengenai pentingnya rasa ikhlas bagi seorang guru. 

Rasa ikhlas teramat penting ada pada guru. Lebih-lebih ketika ia mengajar, maka ikhlas harus menjadi pijakan dalam mengajar atau mendidik. Ikhlas yang dimaksud di sini adalah memurnika niat dalam mendidik dengan hanya berharap ridha Alla Swt. Rasa ikhlas seorang guru selayaknya tercermin baik ketika ia  sendiri maupun saat bersama orang lain. Mengenai hal ini Syekh Ibnu Mukhtar menyatakan,

إخلاصه سرا كذا اعلانا # قبوله الحق ولو من ادنى

"Ikhlasya guru baik ketika sendiri maupun dalam keramaian, serta menerimanya guru atas kebenaran termasuk yang datang dari orang yang lebih rendah." 

Dari syair di atas dapat dipahami bahwa seorang guru hendaknya ikhlas baik ketika sendiri maupun ketika bersama orang lain. Untuk ikhlas dalam mendidik seseorang dapat menggunakan kaca mata ikhlas dari Gus Baha. Gus Baha menerangkan bahwa ikhlas itu mudah dengan cara padang ilmu hakikat. Caranya dengan menihilkan rasa aku dan menggantinya dengan kata Allah. 

Adapun ilustrasnya misalnya guru meyakini dalam hantinya, sesungguhnya ini adalah ilmu Allah, ini adalah kepandaian dari Allah, kesehatan ini diberikan oleh Allah, dengan keyakinan tersebut seseorang akan lebih mudah ikhlas. Mengapa demikian? Sebab sejatinya kita tidak memiliki apa-apa. Jika yang diajarkan oleh guru bukan miliknya semata namun milik Allah niscaya seseorang tadi akan ikhlas. "Wong memberikan sesuatu yang bukan miliknya kok tidak ihklash itu kan aneh."

Selanjutnya pada syair di atas juga disinggung mengenai guru harus menerima segala kebenaran termasuk dari orang yang lebih rendah baik usia, ilmu maupun hal-hal yang lain. Dalam hal ini guru harus legowo. Menenerima segala kebaikan dari manapun datangnya. 

Dalam pandangan penulis menanamkan rasa menerima kebenaran dari semua pihak termasuk anak kecil ditanamkan kepada setiap guru. Mengapa demikian? Sebab sudah tidak sedikit guru yang menutup ruang diskusi. Sehingga ia hanya mau menerima kebenaran dari orang yang sepadan atau lebih atas darinya. Sedang yang demikian ini adalah musibah bagi guru. 

Demikianlah kajian malam ini. Semoga ulasan di atas memberkan manfaat bagi pembaca. Utamanya adalah para guru. 

Wallahu A'lam Bisshawab 
Kediri, 31-01-2022. 
Sumber gambar: m merdeka.com

Sunday, January 30, 2022

Adab Guru Bersama Murid

Adab Guru Bersama Murid 
(Bagian Ke 3) 
Kajian Kitab Jawahirul Adab 
Oleh Mustamsikin
Pada kajian kitab Jawahirul Adab yang lalu telah dibahas di antara adab guru ketika bersama murid adalah tidak sombong mengaku memiliki ilmu. Selanjutnya, pada kajian kali ini akan dibahas mengenai guru hendaknya meninggalkan bercanda berlebihan ketika bersama murid. Dalam syairnya Syekh Ibnu Mukhtar menyatakan

وتركه المزاح والتكبيرا # الا على من عنده تكبيرا

"Dan guru hendaknya meninggalkan candaan dan rasa sombong kecuali kepada orang yang sombong." 

Melalui syair di atas, Syekh Ibnu Mukhtar berpesan agar guru tidak bercanda (guyon) berlebihan. Mengapa bercana termasuk penting untuk ditingalkan oleh seorang guru ketika mengajar? Sebab bercanda yang berlebihan dapat mengurangi kewibawaan guru. Selain itu, bercanda yang tidak tepat bukan malah menarik simpati murid namun malah menjadikan murid dapat melunjak--tidak menghormati guru. 

Dalam syair di atas Syekh Ibnu Mukhtar, juga melarang agar seorang guru tidak sombong. Hal ini penting dipahami oleh setiap guru, bahwa sombong merupakan sifat tercela. Di sisi lain karena sombong iblis tidak diampuni dosanya hingga kelak menjadi penghuni tetap di neraka. Namun demikian sombong diperbolehkan jika ditujukan untuk menyombongi orang yang sombong dengan tujuan bukan untuk menyombongkan dan membangggakan diri namun untuk menundukkan orang yang sombong. 

Orang yang sombong layak dan boleh untuk disombongi. Kesombongan yang demikian dinilai dapat meredam kesombongan orang yang disombongi. Dapat menjadikan orang yang sombong menjadi tawadhuk. Bahkan yang demikian dinilai oleh Imam Munawi dalam kitab Faidul Qadir, menyombongi orang sombong termasuk bagian dari akhlak yang baik. Meski harus tetap ditopang dengan niat yang baik. 

Nah demikianlah kajian kitab Jawahirul Adab kali ini. Semoga uraian di atas membawa manfaat. Turut menjadi pengingat bahwa guru perlu menjaga kewibawaannya dengan tidak berlebihan mengumbar candaan. Pun juga guru sepantasnya tidak menyombongkan diri kecuali kepada mereka yang sombong.

Wallahu A'lam Bisshawab 
Kediri, 30-01-2022. 
Sumber gambar: islampos.com


Saturday, January 29, 2022

Adab Guru Bersama Murid

Adab Guru Bersama Murid 
(Bagian Ke 2) 
Kajian Kitab Jawahirul Adab 
Oleh Mustamsikin
Setelah memahami mengenai peran besar seorang guru--seorang da'i, cermin, dan dokter hati--sebagaimana kajian kitab Jawahirul Adab yang telah lalu, selanjutnya akan dibahas menganai adab guru ketika mengajar. Adab yang dimaksud pada pembahasan kali ini lebih dekat dengan sikap atau prilaku yang dinampakkan guru ketika memberikan pengajaran kepada murid. Apa saja sikap yang harus dinampakkan guru ketika mengajar. Mari simak kajian berikut.

Menurut Syekh Ibnu Mukhtar, seorang guru dalam mengajar ia harus pelan-pelan. Makanya tidak tergesa-gesa, sehingga murid merasa terseok-seok tidak mampu mengikuti irama pembelajaran dari guru. Dalam hal ini Syekh Ibnu Mukhtar dalam syairnya menyatakan,

  كذا التأني ودوام الحلم # والجزم تركه لدعو العلم

"Begitu juga adab guru adalah perlahan, senantiasa sabar dan mantab dalam mengajar serta meninggalkan perasaan memiliki ilmu."

Dalam syair di atas selain seorang guru harus perlahan ketika mengajar murid, ia juga harus memiliki rasa sabar atau murah hati. Kesabaran seorang guru sangat penting bagi keberlangsungan proses belajar mengajar. Tanpa kesabaran guru niscaya mustahil belajar mengajar akan berjalan lancar.

Jika ditarik ke dalam makna yang lebih luas seorang guru harus sabar--setidaknya menahan diri--ketika menghadapi beragam prilaku murid. Kunikan murid yang memiliki kreatifitas bermacam-macam termasuk tidak mau belajar, tidak mau menyimak, tidak mau mengerjakan tugas, merupakan beberapa prilaku murid yang menuntut guru memiliki kesabaran berlebih. Sebab itulah maka senantiasa melatih kesabaran ketika mengajar adalah kegiatan guru yang tiada akhirnya.

Selain itu, seorang guru harus mantap ketika mengajar. Makanannya memiliki kesungguhan hati dalam mendidik murid. Memiliki rasa kesungguhan dalam mengajar murid. Tidak setengah-setengah, sehingga murid pun merasa ia diajar oleh guru yang sungguh-sungguh. Bukan guru yang tidak yakin akan kemampuannya dalam mengajar, ragu-ragu dalam mendidik, serta mudah putus asa.

Terakhir, adab seorang guru ketika mengajar adalah berupaya meninggalkan dari perasaan memiliki ilmu--mengaku sebagai ahli ilmu. Merasa ilmu yang telah dimiliki telah mencapai puncaknya sehingga tidak lagi belajar. Pun juga seorang guru tidak baik untuk menyombongkan diri atas ilmu yang dimiliki. Sebab ilmu adalah sebuah titipan yang sewaktu-waktu mudah diambil oleh pemiliknya. 

Demikianlah adab atau prilaku guru dihadapan murid. Adab yang demikian seyogyanya ada pada guru sehingga kegiatan belajar mengajar menjadi sukses. 

Wallahu A'lam Bisshawab 
Kediri, 29-01-2022. 
Sumber gambar: riau.go.id

Friday, January 28, 2022

Adab Guru Bersama Murid

Adab Guru Bersama Murid 
(Bagian Ke 1) 
Kajian Kitab Jawahirul Adab 
Oleh Mustamsikin
Setelah kajian tentang adab murid kepada guru, selanjutnya akan dibahas tentang adab guru bersama murid. Membincang adab guru sama pentingnya dengan membincang adab murid. Setidaknya adanya pembahasan mengenai adab seorang murid kepada guru akan berimbang jika dibahas pula adab guru bersama murid. Adab sebagai guru dihadapan murid.

Mengawali kajian pada pokok bahasan adab guru ini terlebih dahulu perlu dimengerti bahwa guru memiliki kedudukan yang akat tinggi. Guru adalah sebaik-baik penunjuk jalan dan pengajak untuk mekperoleh ridha kepada Tuhan. Ditambah lagi guru adalah paling agungnya cermin sekaligus dokternya hati.

Kedudukan guru yang demikian terungkap jelas dalam syair Syekh Ibnu Mukhtar berikut,

معلم خير دعاء الرب # اعظم مرأة طبيب القلب

"Guru adalah sebaik-baiknya pengajak kepada ridha Tuhan. Paling agungnya cermin, sekaligus dokterny hati."

Dari syair di atas jelas bahwa guru memiliki peran yang cukup besar. Pertama, sebagai dai. Kedua, sebagai cermin. Ketiga, sebagai dokter. Inilah peran guru yang sangat penting diketahui utamanya para guru itu sendiri. Peran guru yang demikian juga sangat penting untuk disadari. Mengapa demikian sebab, unen-unen (pepatah Jawa) mengatakan, "Guru, digugu lan ditiru" (guru di teladani dan ditiru).

Karena peran besar seorang guru maka baginya wajib untuk mengosongkan dirinya dari perbuatan buruk menurut syariat. Begitu juga, guru harus membiasakan berkata, dan berbuat sesuatu yang terpuji termasuk di antaranya menerima pertanyaan dari murid. Keharusan prilaku guru yang demikian teringkas dalam syair Syekh Ibnu Mukhtar berikut ini,

فينبغى له ان تخليى # عن الرذائل وان تحلى
بكل مايحمد قولا وعمل # ومنه الاحتمال كل من سأل

"Maka seyogyanya bagi gutu untuk mengosongkan dirinya dari keburukan-keburukan dan mengisinya drngan segala sesuatu yang terpuji baik perkataan maupun perbuatan. Di antaranya adalah menerima setiap orang yang bertanya--murid."

Melalui syair di atas, Syekh Ibnu Mukhtar hendak menegaskan bahwasnanya seorang guru harus tidak berprilaku buruk, prilaku yang dapat merendahkan martabat guru. Guru juga harus membiasakan prilaku yang terpuji baik perkataan maupun perbuatan yang di antaranya yakni siap menerima pertanyaan. Yang demikian ini merupakan akhlak yang harus ada pada guru sebab di atas telah disebutkan bahwa guru adalah cermin. Sebagai cermin tentu harus menjadi teladan yang baik. 

Penulis memandang bahwasannya adab guru yang pertama ini adalah sebuah pemantik awal dalam artian bagu seorang guru melekat padanya adab-adab tertentu. Utamanya ketika guru bersamaan denga murid. Berinteraksi dengan murid dan sekaligus dokter bagi murid. 

Terakhir, sebagai penutup kajian kali ini, penulis mempunyai keyakinan bahwa guru akan terus berupaya menjadi teladan bagi murid-muridnya. Guru yang berbudi dan berakhlak mulia akan terus ada. Siap menjadi da'i, cemin, dan dokter bagi murid. 

Demikianlah kajian kitab Jawahirul Adab semoga bermanfaat.

Wallahu A'lam Bisshawab 
Kediri, 28-01-2022. 
Sumber gambar: kompasiana.com



Thursday, January 27, 2022

Adab Murid Terhadap Guru

Adab Murid Terhadap Guru
(Bagian Ke 11) 
Kajian Kitab Jawahirul Adab 
Oleh Mustamsikin
Mengawali kajian kitab Jawahirul Adab kali ini, penting sekali untuk memiliki prasangka baik kepada guru. Setelah pada kajian yang lalu dibahas tentang adab dari sisi aspek dhahir mengenai memperbanyak rasa malu kepada guru menjaga adab ketika berjalan bersamanya, maka pada kajian kali ini lebih menekankan pada aspek batin yakni berbaik sangka kepada guru. Mengapa harus berbaik sangka kepadanya? Sebab yang demikian akan lebih mendekatkan pada manfaat.

Bertalian dengan berbaik sangka kepada guru Syekh Ibnu Mukhtar dalam syairnya menyatakan,

وصحح الظن وجد بالشكر # وصالح الدعاء وحسن الذكر

"Bagi murid hendaknya berprasangka baok kepada gurunya, bersyukur, mendoakan kebaikan pada guru dan baik ketika menyebut."

Dari syair di atas dapat dipahami bahwa seorang murid hendaknya memiliki prasangka baik kepada gurunya. Meskipun terkadang berat namun harus dilakukan. Hal yang demikian semata-mata sebagai bentuk sabar seorang murid kelada guru, sekaligus bentuk keyakinan akan kesempuraan guru. Melalui keyakinan yang kuat inilah seorang murid dapat mengambil manfaat dari guru. Ulama salaf sebagaimana dikutip oleh Hadratussyaikh Hasyim Asy'ari menyatakan barang siapa tidak meyakini keagungan gurunya maka ia tidak akan beruntung. 

Selanjutnya dalam syair di atas juga disebutkan pentingnya syukur bagi murid. Lebih-lebih karena telah ditakdir oleh Allah untuk mengenal ilmu, mempelajarinya, dan memperoleh pengajaran ilmu dari guru. Syukur sangat penting bagi murid sebab tidak setiap orang dikatkdir menjadi murid dan belajar ilmu kepada guru. 

Selain itu murid harus senantiasa mendoakan guru-gurunya. Mendoakan guru begitu penting sebab itu adalah paling minimal sesuatu yang dapat dilakukan murid. Baik murid yang kaya harta atau miskin sekalipun dapat melakukan doa-doa terbaik untuk guru. Baik guru masih hidup maupun telah wafat mendoakan guru bagi murid merupakan kewajiban. 

Terakhir baik-baik dalam menyebut, maksudnya menyebut atau mengingat guru dengan baik. Menyebut namanya dengan baik, mengingat jasanya dengan baik, hingga tidak melupakannya begitu saja. Inilah sesuatu yang penting diingat oleh seorang murid kepada gurunya. 

Sebagai penutup, inilah syair penutup bab adab murid kepada guru. Syair yang indah sebagai penutup kajian. Untuk selanjutnya akan dibahas mengenai adsb guru kepada murid. 

Wallahu A'lam Bisshawab 
Kediri, 27-01-2022. 
Sumber gambar: islami.co

Wednesday, January 26, 2022

Adab Murid Terhadap Guru

Adab Murid Terhadap Guru
(Bagian Ke 10) 
Kajian Kitab Jawahirul Adab 
Oleh Mustamsikin
Melanjutkan kajian kitab Jawahirul Adab karya Syekh Ibnu Mukhtar mengenai adab murid kepada guru. Pada kajian yang lalu telah dibahas mengenai adab bertanya kepada guru. Pada kajian kali ini akan dibahas tentang pentingnya murid memiliki banyak rasa malu kepada guru. Termasuk di antaranya tidak berjalan di depannya.

Memiliki banyak rasa malu kepada guru merupakan adab yang penting bagi seorang murid. Sebab dengan rasa malu itulah murid akan lebih banyak mendapat manfaat dari guru dan ilmu yang ia peroleh. Dalam syair Syekh Ibnu Mukhtar mengatakan,

 وأكثر الحياء ولاتمش اما # مه وقم مسلما اذ قدم

"Dan perbanyaklah rasa malu dan janhan berjalan di depannya, serta berdirilah seraya mengucapkan salam ketika ia datang."

Dari syair di atas diperoleh tiga hal penting adab seorang murid kepada guru. Pertama, seorang murid hendaknya memperbanyak rasa malunya kepada guru. Kedua, murid hendaknya tidak berjalan di depan guru. Ketiga, murid hendaknya berdiri dan mengucapkan salam ketika guru tiba.

Bagi seorang murid menjaga adab termasuk rasa malu ketika di berhadapan dengan guru adalah keniscayaan. Mengapa demikian sebab rasa malu itulah yang kemudian menunjukkan jati diri murid. Menunjukkan bahwasannya murid memiliki akhlak yang baik. Selain itu yang demikian akan lebih mendekatkan murid untuk memperoleh ridha guru.

Begitu juga menurut Syekh Ibnu Mukhtar, murid tidak berjalan di depan guru. Meskipun dalam keadaan tertentu diperbolehkan bahkan dianjurkan. Sepertihalnya penjelasan Hadratussyaikh Hasyim Asy'ari dalam Adabul Alim, "Ketika murid berjalan bersama guru di malam hari hendaknya murid berada di depan. Sedangkan jika pada siang hari murid hendaknya di belakang kecuali ketika dalam keadana berdesak-desakan." Begitu juga ketika di tempat yang belum diketahui keadannya karena ada kubangan lumpur, dan tempat yang menhawatirkan hendaknya murid berjalan di depan guru.

Selain itu, termasuk adab murid dalam syair di atas adalah murid berdiri seraya mengucapkan salam ketika guru tiba. Mengucapkan salam yang dimaksud ketika guru sudah dekat tidak sejak guru dikejauhan, sebagaimana penjelasan Hadratussyaikh Hasyim Asy'ari. Mengucapkan salam bukan hanya ketika guru datang namun, juga ketika murid berpapasan dengan guru di jalan ketika posisi guru sudah dekat dengan murid.

Demikianlah di antara adab murid kepada guru. Meski kian hari adab yang demikian kian memudar, namun pendidikan tentang adab harus tetap dilakukan. Jika tidak niscaya adab akan hilang.

Wallahu A'lam Bisshawab
Kediri, 26-01-2022.
Sumber gambar: islami.co

Tuesday, January 25, 2022

Adab Murid Terhadap Guru

Adab Murid Terhadap Guru
(Bagian Ke 9) 
Kajian Kitab Jawahirul Adab 
Oleh Mustamsikin
Melanjutkan kajian yang lalu mengenai adab murid kepada guru. Pada kajian yang lalu telah dibahas menganai adab seorang murid ketika pendapanya berbeda dengan pendapat guru. Selajutnya pada kajian kali ini akan dibahas mengenai adab seorang murid ketik bertanya kepada guru.

Ketika murid belum memahami pelajaran yang diajarkan oleh guru maka hendaknya ia bertanya kepada guru. Dalam hal bertanya inilah perlu sekali seorang murid menggunakan adabnya. Yakni dengan melirihkan suara yang sekiranya di dengar oleh guru. Suara lirih yang dimaksud juga dapat dipahami dengan istilah meledak-ledak--bertanya dengan suara yang terlalu keras.

Dalam syair yang digubah oleh Syekh Ibnu Mukhtar disebutkan,

 واحفظ من الصوت وشره اكتم # واسأل بلا  الحاج ان لم تفهم

"Dan jagalah suaramu 
--lirihkanlah--dan simpanlah keburukan gurumu dan bertanyalah selagi belum paham dengan tanpa terus menerus."

Penulis memahami bahwa terdapat beberapa adab seorang murid pada syair di atas. Pertama, adab bertanya kepada guru. Kedua, merahasian keburukan guru. Ketiga bertanyalah dengan tanpa menekan guru untuk menajawab.

Dari ketiga isi kandungan adab pada syair di atas, maka yang pertama adab murid kepada guru yakni bertanya dengan sopan tidak meledak-ledak yang sehingga guru tidak nyaman. Kedua, penting bagi sorang murid hendaknya merahasiakan aib gurunya. Mengapa demikian? Sebab tidak sedikit murid yang kemudian mengumbar aib gurunya. Memviralkan aib gurunya.

Sedang yang ketiga, seorang murid masih belum paham atas pelajaran yang disampaikan kepada guru, maka bertanyalah. Beri seorang murid dalam bertanya hendaknya dengan sabar untuk memperoleh jawaban dari guru. Tidak kemudian murid mendesak- desak dan menuntut guru untuk bersedia.

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa seorang murid hendaknya menjaga adab ketika bertanya, tidak mengumbar aib gurunya, serta bertanya dengan nada memaksa jawaban. Jika rambu-rambu ini diperhatikan oleh murid niscaya dia tidak akan memperoleh ilmu dan keberkahan. 

Demikianlah sedikit ulasan meganai adab murid kepada guru. Semoga ulasan di atas bermanfaat. 

Wallahu A'lam Bisshawab 
Kediri, 25-01-2022. 
Sumber gambar: nu.or.id


Monday, January 24, 2022

Adab Murid Terhadap Guru

Adab Murid Terhadap Guru
(Bagian Ke 8) 
Kajian Kitab Jawahirul Adab 
Oleh Mustamsikin
Pada kajian kitab Jawahirul Adab yang lalu telah dibahas mengenai adab murid ketika guru sedang berbicara. Pada kajian kali ini akan dibahas mengenai adab murid ketika menemukan pendapat yang berlainan dengan pendapat sang guru. Bagaimana adabnya mari ikuti uraian berikut.

Dalam padangan Syekh Ibnu Mukhtar, bagi murid hendaknya menjaga perasaan guru termasuk di dalamnya adalah tidak mengungkapkan pendapat yang berlainan dengan pendapat guru. Begitu juga ketika bertanya kepada guru, hendaknya tidak ketika guru sedang berjalan. Yang demikian ini teringkas dalam sebuah syair,

ولاتقل قول خلاف رأيه # واحذر من السؤال في طريقه
"Dan janganlah kamu mengatakan pendapat yang berbeda dengan pendapat guru. Dan jangan bertanya  ketika guru sedang di jalan."

Dari syair di atas dapat dipahami lebih dalam bahwasannya dalam keadaan tertentu tidaklah boleh mengungkapkan pendapat yang berbeda dengan pendapat guru. Seperti contoh pernyataan yang dibuat Hadratussyaikh Hasyim Asy'ari, semisal murid mengatakan, "Pendapat fulan itu berbeda dengan pendapatmu guru." Perkataan yang demikian sedikit banyak akan membuat guru sakit hati. 

Selain itu pada syair di atas juga disampaikan mengenai adab bertanya kepada guru. Dalam hal ini seorang murid harus memahami kapan dan bagaimana ia harus kepada guru. Setidaknya ketika murid hendak bertanya memperhatikan terlebih dahulu kondisi guru. Apakah ia sedang tidak dalam kesibukan atau dia sedang di jalan atau di kediaman. Jika ia sedang di jalan maka tidaklah tepat murid bertanya. Sebaliknya jika ia sedang di rumah nampak tidak sibuk maka barulah bertanya. 

Dari uraian di atas penulis memandang bahwasannya pada satu keadaan tertentu murid dilarang mengungkapkan pendapat yang berbeda dengan guru, kecuali guru yang meminta kepada murid untuk mengungkapkan pendapatnya. Begitu juga terkait dengan adab bertanya, jika guru menghendaki kepada murid jangan sungkan bertanya di manapun maka barulah murid memiliki sedikit celah untuk bertanya kepada guru walau guru sedang di jalan.

Demikianlah kajian kitab Jawahirul Adab kali ini. Semoga ada sedikit manfaat yang dalat diperoleh darinya. 

Wallahu A'lam Bisshawab 
Kediri, 24-01-2022
Sumber gambar: lombokpost.jawapost.com



Sunday, January 23, 2022

Adab Murid Terhadap Guru

Adab Murid Terhadap Guru
(Bagian Ke 7) 
Kajian Kitab Jawahirul Adab 
Oleh Mustamsikin
Melanjutkan kajian kitab Jawahirul Adab, pada kajian yang lalu telah dibahas mengenai adab yang harus dinampakkan seorang murid di hadapan gurunya. Termasuk merendahkan diri, tidak berdebat dengannya, dan mengerjakan perintahnya. Pada kajian kali ini, akan dibahas mengenai adab murid ketika dinasehati guru.

Ketika guru memberikan nasehat hendaknya murid meperhatikan nasehat itu. Tidak lantas membantah nasehat guru secara lansung. Dalam hal ini Syekh Ibnu Mukhtar berpesan,

واسغ ان قال بخفض الرأس # واغضض من الطرف بطيب النفس

"Ketiak guru menasehati maka murid hendaknya menundukkan kepala, memejamkan mata, dan diam--tidak menoleh ke kenan atau ke kiri."

Dari syair di atas dapat dipahami bahwa ketika seorang guru menasehati murid, hendaknya si murid mendengarkan dengan penuh sabar, menundukkan pandangan, dan memejamkan mata dan diam. Inilah adab seorang murid ketika guru menasehati. Adab yang seperti inilah yang kini mulai tergerus oleh zaman.

Tidak sedikit murid yang dinasehati gurunya malah melawan. Baik degan perkataan, maupun prilaku murid dengan mudah membantah guru. Bahkan beberapa guru dituntut di pengadilan sebab ulah murid yang tidak memili adab.

Sebagai penutup dari uraian di memberika manfaat. Utamanya bagi murid. Yang demikian tidak lain hanya untuk memperoleh ridha dari gurunya.

Wallahu A'lam Bisshawab
Kediri, 22-01-2022 om

Sumber gambar: facebook

Saturday, January 22, 2022

Adab Murid Terhadap Guru

Adab Murid Terhadap Guru
(Bagian Ke 6) 
Kajian Kitab Jawahirul Adab 
Oleh Mustamsikin
Setelah kajian kitab Jawahirul Adab yang lalu membahas tentang makna guru dan pandangan-pandangannya pada ilmu dan sifat hodoh. Kajian kali ini akan melanjutkan secara lebih khusus mengenai prilaku atau adab seorang murid di depan gurunya. Apa saja yang seharusnya adab seorang murid di depan gurunya? Mari simak uraian berikut. 

Menurut penulis kitab Jawahirul Adab menegahskan bahwa hendaknya seorang murid sungguh-sungguh dalam belajar kepada gurunya, mengaji kepadanya. Kemudian hendaknya ia merendahkan diri di depan gurunya. Hal ini sebagaimana dalam syair berikut, 

فاركب جواد الصدق في صحبته # والبس جناح الذل في حضرته

"Hendaklah seorang murid dengan jujur bersungguh-sungguh membersamai guru. Dan merendahkan diri di depan gurunya."

Dari syair di atas cukup jelas bahwa seorang murid memang harus benar-benar memiliki kesungguhan dalam membersamai gurunya. Maksudnya dalam hal belajar kepadanya. Pun juga dihandapan guru seorang murid harus merendahkan diri. 

Tidak cukup itu, sorang murid harus menampakkan rasa tawadhuk kepadanya dan tidak berdebat dengannya. Bagi murid pula seharusnya mengambil apa yang difatwakan guru dan melakukan sesuatu yang dikehendaki guru, atau melaksanakan perintah guru yang dipuji oleh syariat--tidak bertentangan dengan syariat. Adab yang demikian ini terangkum dalam syair Syekh Ibnu Mukhtar berikut, 

متواضعا له ولاتجادل # وخذ بما افتى به ولتعمل
بكل مااراده او امرا # من الامور حيث محمودا يرى

"Dengan rasa tawahdhuk kepada guru, dan tidak berdebat dengannya dan mengambil apa yang difatwakannya, dan melakukan apa yang dikehendakinya atau yang ia perintahkan sekiranya dipuji oleh syariat. 

Dari syair di atas dapat dipahami lebih mendalam bahwa sebagai seorang murid hendaknya memiliki, Pertama, rasa rendah hati kepada gurunya. Kedua, tidak kemudian membantahnya. Ketiga, melakukan apa yang guru kehendaki atau melaksanakan perintahnya sekiranya perintah itu dipuji oleh syariat. 

Sejurus dengan adab di atas Hadratussyaikh Hasyim Asy'ari menenrangkan bahwa seorang murid di depan gurunya layaknya pasien ditangan dokter. Bagi murid penting untuk bersungguh-sungguh mempeoleh ridha dari guru atas sesuatu yang dilakukan murid dan menghormatinya. 

Sebagai penutup demikianlah seorang murid di sisi gurunya. Kendati demikian perku untuk merujuk kembali pada kajian yang telah lalu memgenai sifat-sifat guru yang layak untuk dihormati. Meminjam pandangan Hadratussyaikh, sifat guru--yang ideal bagi murid--adalah mereka yang memiliki ilmu syariat dengan sempurna. Ia adalah orang yang dipercaya mengambil ilmu dari ahli ilmu di masanya, lama membersamai mereka dan berdiskusi bersama mereka, serta bukan orang yang hanya mengambil ilmu dari dalam buku apalagi tidak pernah berguru kepada guru-guru yang ahli. 

Wallahu A'lam Bisshawab 
Kediri, 22-01-2022
Sumber gambar: iqra.id

Friday, January 21, 2022

Adab Murid Terhadap Guru

Adab Murid Terhadap Guru
(Bagian Ke 5) 
Kajian Kitab Jawahirul Adab 
Oleh Mustamsikin
Masih melanjutkan kajian kitab Jawahirul Adab tentang pandangan guru mengenai kekalnya manfaat ilmu dan bahanyanya bodoh. Pada kajian yang lalu telah dibucarakan bahwa ilmu bermafaat baik di dunia dan di akhirat, sebaliknya bodoh juga berbahaya di dunia dan di akhirat. Berhubungan dengan itu, kali ini akan dibahas mengenai kedudukan orang berilmu dengan orang yang bodoh.

Pada dasarnya memang orang yang berilmu lain dengan orang bodoh. Orang yang berilmu memiliki derajat lebih tinggi daripada orang bodoh sebagaimana dalam (QS. al-Mujadalah [l58]: 11). Sejalan dengan itu Ibnu Abbas sebagaimana dikutip oleh Hadratussusyaikh Hasyim As'ary, menerangkan bahwa, ulama memiliki kedudukan lebih tinggi dari mukmin biasa dengan rentang tujuh ratus derajat lebih tinggi ulama di atas orang-orang mukmin. Sedangkan antara derajat satu dengan yang lain lima ratus tahun.

Kedudukan orang yang berilmu sedemikian tinggi sehingga Syekh Ibnu Mukhtar menggambarkan bahwa orang satu yang berilmu dapat mengalahkan seribu orang bodoh. Satu orang berilmu dapat mengarahkan seribu orang bodoh. Dalam syairnya Syekh Ibnu Mukhtar mengatakan,

لأن الفا ليس فيهم علم # يسوقهم شخص اتاه علم

 "Karena seungguhnya seribu orang yang tidak memiliki ilmu akan dapat digiring--diarahkan--oleh seseorang yabg berilmu."

Dari syair di atas selain dapat dipahami bahwa orang yang berilmu dapat 'mengatur'--setidaknya--mengarahkan orang yag bodoh. Juga dapat dipahami bahwa satu orang berilmu dapat mengalahkan seribu orang bodoh. 

Selain memperbandingkan antara orang berilmu dan orang bodoh, Syekh Ibnu Mukhtar juga menerangkan tentang buah atau hasil yang akan dipanen oleh orang yang berilmu dan orang yang bodoh. kedudukan tinggi adalah buah dari ilmu baik di dunia maupun di akhirat. Sedang kedudukan rendah dan kehinaan adalah buah dari kebodohan.
Dalam syairnya ia mengatakan, 

فالرفع ثمر العلم في الدرين # والوضع ثمر الجهل باستقان
"Maka keluhuran adalah huah dari ilmu baik di dunia dan di akhirat. Sedang kerendahan--kehinaan--adalah buah kebodohan yang sempurna." 

Dari syair tersebut terang dan jelas bahwa antara ilmu dan bodoh membuahkan hasil yang berlawanan. Ilmu membuahkan keluhuran, sedan bodoh membuahkan kerendahan atau kehinaan. Dari syair tersebut pula dapat ditarik pesan bahwa untuk memperoleh kedudukan yang mulia baik di dunia maupun di akhirat, dengan memperbanyak ilmu. Sedangkan untuk menjadi hina cukup dengan merawat kebodohan. 

Demikianlah kajian pada malam ini. Sebagai penutup inilah pandangan guru ketika mendudukkan ilmu. Guru yang seperti inilah yang memiliki optimisme yang tinggi. Guru yang perlu untuk diteladani dan dihormati. 

Wallahu A'lam Bisshawab 
Kediri, 21-01-2022
Sumber gambar: dutaislam.com
 


Thursday, January 20, 2022

Adab Murid Terhadap Guru

Adab Murid Terhadap Guru
(Bagian Ke 4) 
Kajian Kitab Jawahirul Adab 
Oleh Mustamsikin
Pada kajian kitab Jawahirul Adab yang lalu telah dibahas mengenai cara pandang guru terhadap kedudukan dan peran ilmu. Seorang guru yang bijak memiliki pandangan bahwa segala sesuatu tidak akan kekal tanpa ilmu. Melanjutkan pandangan yang demikian akan disajikan kajian mengenai pandangan guru mengenai manfaat ilmu dan mudharatnya kebodohan. 

Menurut Syekh Ibnu Mukhtar, guru yang bijaksana hendaknya memiliki pandangan bahwa manfaat ilmu adalah kekal. Manfaat ilmu senantiasa berkelanjutan (istimrar) baik di duni hingga kelak di akhirat. Sebaliknya bodoh al-Jahl adalah sesuatu yang dapat merusak baik di dunia maupun nanti di akhirat.

Penjelasan yang demikian teringkas dalam syair gubahan Syekh Ibnu Mukhtar yang berbunyi,

فالعلم عنده هو البقاء # و عنده الجهل هو الفناء

"Ilmu menurut seorang guru adalah kekal--manfaatnya. Menurutnya juga kebodohan adalah kekal--madharatnya."

Dari syair di atas dapat dipahami bahwa pengetahuan dan kebodohan adalah dua hal yang bertolakbelakang. Jika ilmu kekal manfaatnya, maka kebodohan juga senantiasa memberikan mudharat--bahanya. Sebab itulah, guru yang baik akan meyakini dengan sepenuh hati bahwa ilmu yang sedemikian kekal manfaatnya harus diajarkan. Begitu pula kebodohan yang membahayakan harus dilenyapkan.

Berpijak pada syair di atas pula, penulis memahami bahwa guru harus memiliki rasa optimis yang tinggi. Maksudnya, guru tidak boleh menyerah mendidik murid agar berilmu. Mengapa demikian sebab bodoh dapat dirusak. Sifat bodoh yang ada pada diri murid dapat dirobohkan dengan ilmu. Sebagaimana sesuatu yang kekal--ilmu--melenyapkan yang fana--bodoh.

Di samping itu, oenukis memandang bahwa sesungguhnya guru yang demikianlah yang kemudian perlu dihormati. Lagi-lagi seorang murid harus menghormati guru yang memiliki pandangan optimis. Meskipun mungkin juga ada guru yang rasa pesimisnya lebih tinggi. Menganggap murid yang bodoh selamanya bodoh dan menyerah mendidik murid yang masih bodoh.

Demikianlah kajian kitab Jawahirul Adab kali ini. Semoga cara pandang guru pada kekalnya manfaat ilmu dan fananya kebodohan serta mudharatnya menjadi cara pandang guru secara mayoritas. Sehingga tidak ada lagi guru yang menyerah mendidik murid yang masih bodoh.

Wallahu A'lam Bisshawab
Kediri, 20-01-2022
Sumber gambar: kaskus.co.id

Wednesday, January 19, 2022

Adab Murid Terhadap Guru

Adab Murid Terhadap Guru
(Bagian Ke 3) 
Kajian Kitab Jawahirul Adab 
Oleh Mustamsikin
Pada kajian yang lalu telah dibahas mengenai tujuan guru dan peran guru. Selanjutnya pada kajian ini akan dibahas mengenai ciri khas pandangan seorang guru terhadap ilmu. Bagaimana kemudian guru menilai sebuah ilmu, fungsi, tujuan dan manfaatnya dalam berbagai hal. 

Syekh Ibnu Mukhtar dalam syairnya menerangkan bahwasannya guru memiliki pandangan bahwa sesuatu tanpa ilmu tidak akan abadi. Dalam syairnya ia mengatakan,

ولايرى شيئا بدونه البقا # ولو حياله ترىئ وارتقى

 "Dan tidaklah guru memandang sesuatu yang tanpa ilmu itu kekal, meskipun perubahan ilmu itu nampak dan lenyap."

Dari syair di atas jelas bahwa seorang guru memandang bahwa ilmu sangat dominan memberi pengaruh atas segala sesuatu. Tanpa ilmu segala apapun tidak akan abadi. Akan berangsur lenyap begitu saja. Suatu misal, seorang menjadi pewaris perusahaan besar namun ia tidak memiliki ilmu dalam mengelolanya maka lambat laun perusahaan itu akan gulung tikar.

Begitu juga berlaku dalam hal ibadah. Siapa yang beribadah tanpa mengetahui ilmunya niscaya ibadahnya tertolak. Suatu misal, seorang salat namun tidak mengetahui syarat dan rukun salat  niscaya salatnya batal. Mengapa batal karena seseorang tadi tidak mengetahui syarat dan rukunnya salat sehingga ketika mengerjakan salat ia tidak memenuhi syarat dan rukunnya sehingga batal.

Dari penjelasan di atas, secara tersirat Syekh Ibnu Mukhtar hendak menegaskan bahwa, guru merupakan seseorang yang memiliki pandangan bahwa ilmu dalam segala hal adalah keniscayaan. Selain itu, guru selayaknya memiliki pandangan yang demikian. Yakni memandang ilmu sebagai sesuatu yang sangat berharga. Sehingga ketika mentransmorfasikan pengetahuannya kepada murid ia memiliki semangat dan optimisme. 

Adapun pesan penting dari syair Syekh Ibnu Mukhtar di atas, juga mengarah pada murid. Murid hendaknya berupaya menemukan guru yang memiliki pandangan demikian. Bukan guru asal-asalan yang tidak memiliki kompetensi atas ilmu yang ia ajarkan. Pun juga dalam beradab, seorang murid terhadap guru yang memiliki pandangan terhadap ilmu yang demikian harus dihormati.

Wallahu A'lam Bisshawab 
Kediri, 19-01-2022. 
Sumber gambar: republika.co.id

Tuesday, January 18, 2022

Adab Murid Terhadap Guru

Adab Murid Terhadap Guru
(Bagian Ke 2) 
Kajian Kitab Jawahirul Adab 
Oleh Mustamsikin
Melanjutkan kajian yang telah lalu, pembahasan kali ini masih seputar mengenal siapa itu guru. Jika kajian yang telah lalu guru adalah orang mengeluarkan murid dari kegepan, menyelamatkan murid, dan dengan segala usaha yang ia lakukan demi menjadikan murid memiliki karakter yang baik, maka kajian kali ini lebih menitikberatkan tujuan guru dan kedudukannya. 

Menurut Syekh Ibnu Mukhtar guru merupakan orang yang tujuannya hanya mendidik dan memberikan petunjuk kepada muridnya. Ha ini sebagaimana dalam syairnya Syekh Ibnu Mukhtar menyebutkan,

وقصده التعليم والارشاد # فهو ولي روحك الوحيد

"Tujuan guru adalah mengajar dan memberi petunjuk pada jalan yang benar. Ia adalah perawat ruhmu yang satu."

Dari syair di atas jelas bahwa guru memiliki tugas dan peran yang sangat besar. Tujuan utama guru yang disebut di atas sekaligus menjadi tugas utama seorang guru. Oleh karena itulah selain murid penting untuk memahami hal ini, guru juga harus memiliki kesadaran bahwa tugas utama ini harus dijalankan dengan sebaik-baiknya. Jangan sampai teledor. 

Baik mendidik maupun menunjukkan ke jalan yang benar, sama-sama tidak mudah bagi guru. Maka kamudian untuk menopang itu, tidak ada istilah guru berhenti belajar. Jika murid harus belajar maka guru pun demikian. Apalagi di zaman yang serba canggih ini yang rajin belajar itulah yang memiliki wawasan yang luas.

Selain itu, pada syair di atas menunjukkan bahwa guru memiliki kedudukan penting bagi murid. Ia adalah sosok yang merawat ruhaninya murid. Maka kemudian muncul ostolah murabbi rukh (pendidik ruh) menjadi alakadarnya perawatan inilah murid berkembang ilmu, dan prilakunya ke arah yang lebih baik. 

Sebagai perawat ruhani, tentu guru dalam hal ini memiliki kedudukan penting bagi murid. Sosok yang kemudian benar-benar mampu merawat ruhani murid hingga menjadi baik. Sebagai perawat atau penolong ruhani murid maka menjadi sangat urgen murid memilih orang yang tepat. Sebagaimana Hadratussyaikh Hasyim yang mewanti-wanti kepada calon murid agar terlebih dahulu melihat, dan memohon kepada Allah untuk mendapatkan guru yang baik.

Sebagai penutup, semoga dengan uraian di atas dapat membentuk kesadaran bagi murid dan gudu. Sadar dalam arti murid memahami haknya guru pun juga murid memahami kewajibannya kepada guru. 

Wallahu A'lam Bisshawab 
Kediri, 18-01-2022.
Sumber gambar: sinarpost.com



Monday, January 17, 2022

Adab Murid Terhadap Guru

Adab Murid Terhadap Guru
(Bagian Ke 1) 
Kajian Kitab Jawahirul Adab 
Oleh Mustamsikin
Setelah usai kajian mengenai adab thalib pencari ilmu mulai kajian pertama hingga keduapuluh, kajian kali ini adalah kajian bagian pertama mengenai adab murid terhadap guru. Adab murid ketika membersamai gurunya dalam belajar. Mengkaji adab ini sangat penting sebab adab inilah yang nantinya akan memandu seorang mutallim (pelajar) atau murid bagaimana seharusnya berprilaku kepada gurunya. Untuk itulah adab ini bergitu penting diketahui dan dipahami oleh murid. 

Bagi pelajar atau murid pertama kali adab yang harus diketahui adalah peran utama seorang guru. Apa saja guru terhadap murid? Dalam syairnya Syekh Ibnu Mukhtar mengatakan, 

أستاذنا هو الذى اخرجنا # من ظلمة الجهل ومن إنقدنا

"Guru kita adalah orang yang mengeluarkan kita dari gelapnya kebodohan dan menyelamatkan kita." 

Dari syair di atas dapat dipahami bahwasanya guru memiliki peran penting bagi pelajar atau murid. Pertama ia adalah sosok yang mengeluarkan pelajar dari gelapnya kebodohan. Dari pelajar yang semula bodoh kemudian dididik dengan uluran tangan seorang guru sehingga ia mampu berubah menjadi pandai dan keluar dari gelapnya kebodohan. Kedua, guru adalah penyelamat bagi murid. Maknanya murid yang semula tersesat selamat dan menjadi lebih terarah.

Penulis memahami makna syair di atas selain menandaskan peran guru juga sebagai satu kesadaran penting yang harus dimiliki oleh murid. Seorang murid hendaknya sadar bahwa guru memiliki jasa penting yang tidak boleh dilupakan begitu saja. Atas uluran tangan merekalah murid benar-benar keluar dari zona kebodohan yang kelam. Tanpa guru apa jadinya murid. 

Selanjutnya sebagai bentuk upaya penyelamatan guru rela bersusah payah memperbaiki karakter murid. Dengan segala bentuk dan ragama usaha yang mereka lakukan sepanjang zaman. Sehingga murid kemudian memiliki krakter atau akhlak yang baik dan ilmu yang mumpuni. Hal ini sebagaimana Syekh Ibnu Mukhtar meneguhkan dalam syairnya, 

وكان يسعى فى صلاح الشأن # بكل جهد فى مدى الاحيان

"Guru bertindak dalam memperbaiki prilaku murid dengan segala upaya sepanjang waktu."

Dari syair di atas telah jelas bahwa guru tidak segan-segan mengeluarkan segala jurus yang ia punya, segala usaha yang dapat diupayakan, dan segala kemampuan yang bisa dimaksimalkan untuk benar-benar menjadikan murid memiliki karakter yang baik dan berilmu. Karakter atau akhlak dan bekal ilmu yang kemudian dapat menjadikannya lebih baik. Setidaknya ada perubahan pada diri murid ke arah yang lebih baik dari semula. 

Peran dan usaha guru yang demikianlah sesungguhnya perlu dipahami oleh setiap murid. Kapan dan dimanapun sebelum atau setelah si murid tidak lagi membersamai gurunya hendaklah ia tetap memahami dan tetap ingat jasa-jasa gurunya. Yang demikian akan menjadikan murid akan lebih berkah ilmu dan kehidupannya. 

Wallahu A'lam Bisshawab 
Kediri, 17-01-2022. 
Sumber gambar: bangkitmedia.com




Sunday, January 16, 2022

Adab Pencari Ilmu

Adab Pencari Ilmu
(Bagian Ke 20) 
Kajian Kitab Jawahirul Adab 
Oleh Mustamsikin
Kajian kali ini adalah kajian keduapuluh dari bab adab pencari ilmu dalam kitab Jawahirul Adab yang ditulis oleh Syekh Ibnu Muktar Cirebon. Ini adalah kajian penutup setelah kajian pertama hingga kesembilan belas yang telah lalu. Sebagai kajian pentup bab, akan dibahas dalam kajian ini mengenai adab thalib dalam hal menggunakan alat tulis.

Dalam syair penutup bab adab pencari ilmu Syekh Ibnu Mukhtar mengungkapkan bahwa seorang thalib ketika menulis hendaknya tidak menggunakan tinta warna merah. Hal ini sebagaimana syair berikut,

ولا تخط خطا بحمرة ولا # تمد الى الكتاب رجالا مسجلا

"Janganlah kamj menulis menggunakan tinta wana merah. Dan jangan jukurkan kakimu ke arah kitab."

Dari syair di atas dapat dipahami bahwa penulis kitab melarang pada thalib untuk menulis menggunakan tinta warna merah. Penulis memandang larangan ini lebih mengedepankan adab mengingat disebutkan dalam kitab Ta'limul Muta'allim, menggunakan tinta merah adalah hal yang sebisa mungkin utuk dihindari. Di sana disebutkan bahwa menulis dengan tinta merah adalah kebiasaan para filosof bukan kebiasaan ulama salaf (klasik).

Selanjutnya pada syair di atas juga berisi tentang larangan memanjangkan kaki ke arah buku atau kitab. Larangan ini penting untuk ditekankan sebab, tidak sedikit dijumpai para pelajar yang tidak menjaga adab pada bukunya. Terkadang buku diletakkan di saku, diletakkan sejajar dengan kaki. Nah, di sinilah titik relevansi pesan syair di atas dengan kebiasaan para pelajar.

Larangan yang demikian indah jika diterapkan. Sehingga para thalib lebih memiliki etika atau adab yang baik. Jika etikanya sudah baik maka kemudian si thalib barulah siap untuk menerima pengetahuan. Jika belum baik diusahakan agar bair. 

Demikianlah kajian penutup pada bab adab pencari ilmu. Semoga kajian in tidak berhenti sampai di sini namun lanjut pada bab berikutnya yakni adab pelajar pads gurunya.

Wallahu A'lam Bisshawab
Kediri, 16-01-2022.
Sumber gambar: pxfuel.com

Saturday, January 15, 2022

Adab Pencari Ilmu

Adab Pencari Ilmu
(Bagian Ke 19) 
Kajian Kitab Jawahirul Adab 
Oleh Mustamsikin
Setelah kajian yang lalu membahas tentang larangan membaca dengan cepat serta memutus tulisan, pada kajian kali ini akan dibahas mengenai adab pencari ilmu yang lebih dekat dengan teknis menulis. Teknis menulis ini penting dikuasai sebab, dunia thalib tidak akan pernah lepas dari tulis menulis. Siapa yang sendang mencari ilmu pasti akan menulis.

Mengenai adab thalib yang lebih dengan teknis menulis kali ini adalah pentingnya menghindari menulis--tangan--dengan huruf yang terlalu kecil. Kecuali alat tulis--buku tulis--sebagai medianya terlalu sempit. Maupun dengan adanya menulis dengan tulisan kecil turut meringankan beban bawaan. Jika mungkin dengan huruf besar-besar butuh seratus halaman maka diharapkan dengan kecilnya tulisan cukup membutuhkan duapuluh lima halaman saja. Sehingga menjadi ringan jika dibawa.

Adab thalib ketika menulis disampaikan oleh Syekh Ibnu Mukhtar pada syair berikut,

واحذر من الدقيق دون سبب # كنحو ضيق او كخف الكتب

 "Dan hindarilah menulis dengan huruf kecil kecuali dengan sebab sempitnya media menulis atau untuk tujuan memperingan bawaan."

Penulis memandang selain pesan tersurat dalam syair di atas tentang pentingnya menghindari menulis dengan huruf kecil tanpa sebab, juga mengandung pesan tersirat berupa urgensi seorang thalib memiliki kecakapan menulis. Lebih dari itu, bagi seorang thalib hendaklah benar-benar mampu menulis dengan baik. Baik pilihan hurufnya maupun gaya diksinya. 

Tidak dipungkiri memang menulis akan menjadi bagian sangat penting bagi seorang thalib, hingga banyak ulama menulis tentang adab-adab dalam membuat sebuah tulisan termasuk di antarnaya Hadratussyaikh Hasyim Asy'ari. Dalam hal ini Hadratussaikh lebih menekankan ketika menulis ilmu yang berbasis agama hendaklah dalam keadaan suci, menghadap kiblat, dengan badan, pakaian, dan alat tulis yang suci. Kemudian memulai sebuah tulisan dengan menulis basmalah dan menguringinya dengan handalah dan shalawat. 

Adab menulis yang demikian perlu diperhatikan sehingga, tulisan yang diproduksi mengandung manfaat. Dapat memantik orang untuk merujuk tulisan yang kita buat. Pun juga dapat terus dikaji, diperbincangkan dan diapresiasi banyak orang. 

Sebagai penutup semoga kita termasuk orang yang beradab. Utamanya ketika menulis sebuah tulisan. 

Wallahu A'lam Bisshawab 
Kediri, 14-01-2022
Sumber gambar: m.viral.id

Friday, January 14, 2022

Adab Pencari Ilmu

Adab Pencari Ilmu
(Bagian Ke 18) 
Kajian Kitab Jawahirul Adab 
Oleh Mustamsikin
Pada kajian yang telah lalu telah dibahasa mengenai adab thalib (pencari ilmu) pada buku atau kitabnya adalah menghindarkan buku dari kotoran dan menjaganya sebagai sesuatu yang berharga. Melanjutkan kajian tersebut pada pembahasan kali masih fokus pada perlakuan penting seorang thalib kelada kitab atau bukunya. Adab thalib pada bukunya yang selanjutnya adalah tidak meletakkan sesuatu benda di atas buku, sebagaimana Syekh Ibnu Mukhtar menerangkan, 

ولاتضع شيئاعليها مطلقا # ولاتكن مهذرمن او ممشقا

"Janganlah kamu meletakkan sesuatu apapu di atas buku. Dan janganlah kamu mempercepat bacaan atau memutus tulisan."

Dari syair di atas dapat dipahami bahwa termasuk larangan bagi thalib yakni meletakkan sesuatu di atas buku pelajarannya. Sesuatu yang dimaksud di sini bersifat mutlak. Benda apapun, utamanya yang berpotensi dapat merusak kitab, dan sesuatu yang dimaksud adalah jenis benda yang tidak patut diletakkan di atas buku--alas kaki misalnya. Benda-benda yang demikian selain berpotensi merusak buku juga dapat merusak nilai sebuah buku. 

Selain itu berisi perlakuan thalib pada bukunya, syair di atas juga mengandung pesan penting bagi thalib untuk tidak bergegas dalam membaca. Maksunya, tidak tergesa-gesa yang dapat mengurangi pemahaman. Penulis memandang pesan penting Syekh Ibnu Mukhtar dalam syair ini sangat penting lebih-lebih bagi pembaca pemula.yang belum memiliki teknik dan kemampuan memahami suatu bacaan dengan singkat. 

Sebanding dengan itu adalah larangan memutus sebuah tulisan. Penulis memahami larangan ini dengan dua makna. Pertama, berhenti menulis yang dimaksud adalah memutus tulisan yang belum sampai terpenuhinya pemahaman yang utuh. Misalnya memotong kalimat yang seharusnya berbunyi zaid memukul umar. Namun baru ditulis zaid memukul kemudian tidak dilanjutkan. Makna yang kedua, memutus tulisan yang dimaksud adalah berhenti menulis--tidak lagi menulis dengan baik. 

Jika makna pertama yang dikehendaki dalam syair di atas maka seharusnya seorang thalib hendaknya bijak dalam merampungkan tulisannya sehingga sebuah tulisan dapat dinilai sempurna dan dapat dipahami dengan baik. Tidak memutus suatu kalimat yang tidak sesuai kaidah kebahasaan--meniadakan objek pada kata yang membutuhkan adanya objek misalnya. Kalaupun yang dikehendaki adalah memutus tulisan bermakna berhenti menulis maka thalib hendaknya terus belajar menulis. Memupuk mood untuk tetap menulis. 

Demikianlah kajian kitab Jawahirul Adab kali ini. Semoga memberikan manfaat bagi para pembaca. Para thalib khususnya supaya memperlakukan buku dengan sebaik-baiknya dan berupaya tetap memiliki spirit menulis yang baik.

Wallahu A'lam Bisshawab 
Kediri, 14-01-2022
 Sumber gambar: ahmadnajip.wordpress.com




Thursday, January 13, 2022

Adab Pencari Ilmu

Adab Pencari Ilmu
(Bagian Ke 17) 
Kajian Kitab Jawahirul Adab 
Oleh Mustamsikin
Setelah kajian yang lalu membahas tentang adab thalib (pencari ilmu) dalam hal mengagungkan buku atau kitab, adab dan cara mengambilnya, selanjutnya pada kajian ini akan dibahas tentang bagaimana memosisikan buku di tempatnya. Hal ini sangat penting sebab jika salah memosisikan buku, di tempat yang tidak layak dapat merusak buku itu sendiri. Sedang yang demikian bukan ciri khas ahli ilmu.

Adab yang seharusnya dilakukan oleh seorang thalib pada buku atau kitabnya adalah meletakkanya jauh dari kotoran dan menjaganya laiknya menjaga intan berlian. Secara jelas, Syekh Ibnu Mukhtar menegaskan dalam syairnya,

واستعز عن محلها عن القذر # واحرس لها كما حرست للدرر

"Dan pastikanlah buku jauh dari tempat yang kotor, dan jagalah ia seperti kamu menjaga intan berlian."

Dari syair sudah cukup jelas bahwa buku atau kitab hendaknya dijauhkan atau diamankan dari tempat yang kotor. Tempat yang tidak layak untuk meletakkan buku. Selain itu, pesan penting dari syair di atas adalah kewajiban seorang thalib memberikan perhatian, dan penjagaan terhadap buku atau kitabnya, layaknya seseorang yang menjaga intan permata. Lebih dari itu penulis memandang bahwa penyerupaan buku atau kitab dengan intan permata menunjukkan bahwa buku sebagai alat meperoleh ilmu harus benar-benar dijaga karena sangat tinggi nilai harganya. 

Nilai dan penghargaan terhadap buku atau kitab yang demikian hanya akan diberikan oleh para ahli ilmu. Bagi mereka yang bukan ahlinya tidak demikian. Bahkan tidak sedikit di zaman sekarang ditemukan para pelajar yang kurang ajar dalam meletakkan buku atau kitabnya. Banyak dijumpai mereka meletakkan buku setara dengan posisi kaki. Kadang disaku celana bagian belakang. Begitu juga ketika menyimpannya, hanya ala kadarnya. 

Lebih lanjut jika kita merujuk pandangan Hadratussyaikh Hasyim Asy'ari tentang bagaimana memosisikan kitab yang benar kita akan menemukan beberapa hal berikut. Pertama, ketika memelajari buku atau kitab jangan meletakkanya terurai begitu saja sehingga berpotensi merusak simpul pengikat lembaran-lembaran buku tersebut. Kedua, ketika meletakkan dengan ditumpuk hendaknya di letakkan di atas meja atau diberi alas berupa kayu dan sejenisnya. Jangan sampai meletakkannya tanpa alas sehingga buku atau kitab bertemu langsung dengan lantai sehingga buku akan rusak. Ketiga, jika meletakkan buku atau kitab hendaknya di atas dan dibawahnya dikasih papan (rak) yang dapat menjaganya dari reruntuhan. Keempat, menjaga adab ketika meletakkannya dengan memerhatikan tingkat kemuliaan ilmu di dalamnya. 

Demikianlah beberapa adab yang sangat penting untuk diperhatikan seorang thalib pada buku atau kitabnya. Jika yang demikian diperhatikan, dan diterapkan maka sungguhlah si thalib tadi akan menjadi ahli ilmu sejati. Yang menjaga alat memperoleh ilmunya sebagaimana ia menjaga sesuatu yang paling berharga dalam hidupnya. 

Wallahu A'lam Bisshawab 
Kediri, 13-01-2022 
Sumber gambar: miniutyfurniture.co.id



Wednesday, January 12, 2022

Adab Pencari Ilmu

Adab Pencari Ilmu
(Bagian Ke 16) 
Kajian Kitab Jawahirul Adab 
Oleh Mustamsikin
Setelah berlalu pembahasan mengenai adab thalib (pencari ilmu) saat berlajar bersama gurunya, dalam kajian kitab Jawahirul Adab, kali ini akan membahas tentang bagaimana seharusnya seorang thalib memperlakukan buku atau kitabnya. Kajian ini sangat penting sebab tidak sedikit pencari ilmu di zaman ini terkesan abai terhadap buku atau kitabnya. Tidak jarang kitab atau buku diletakkan dengan cara dilempar laiknya seorang yang membuang sampah.

Fenomena yang demikian perlu untuk segera diubah. Perlu untuk menengok kembali untuk adab mencari ilmu bagi seorang thalib. Lebih-lebih dalam hal keharusan menghormati kitab atau bukunya. Bagiamana cara mengambil? Serta bagaimana seharusnya buku atau kitab itu diberlakukan. Relevan dengan itu adalah syair Syekh Ibnu Mukhtar berikut, 

وعظم الكتب بان لا تأخذا # الابطهر و بيمن فاختذا

"Dan agungkanlah kitab (buku) dengan tidak mengambilnya kecuali dalam keadaan suci dan dengan menggunakan tangan kanan." 

Melalui syair di atas, Syekh Ibnu Mukhtar memerintahkan bagi thalib untuk menghormati atau mengagungkan kitab atau bukunya. Selain itu, ketika memegangnya dalam keadaan suci--dari hadas kecil maupun besar. Pun juga dalam mengambilnya dengan tangan kanan. Sejurus dengan pengagungan terhadap kitab ini adalah penjelasan Hadratussusyaikh Hasyim Asy'ari. 

Hadratussusyaikh, menegaskan bahwa thalib hendaknya meletakkan kitab atau buku di atas kursi atau tempat yang beralas. Tidak meletakkannya persis di lantai, supaya tidak basah bahkan rusak. Begitu juga seyogyanya menjaga adab ketika menata kitab atau buku dengan mempertimbangkan kemuliaan dari ilmu yang terdapat dalam kitab itu. Pun juga ketika menyalin kitab atau buku-buku agama hendaknya dalam keadaan suci, menghadap kiblat, dengan badan yang suci, pakaian dan pena yang suci. 

Dari penjelasan di atas, dapat diterik kesimpulan bahwa dalam membawa atau mengambil buku atau kitab harus dengan adab. Hal ini sangat penting sebab Hadratussusyaikh memandang bahwa kitab adalah sebuah alat memperoleh ilmu. Sehingga penting sekali memerhatikan adab-adab dalam mengambil, membawa dan meletakkan buku atau kitab. 

Sebagai penutup, mari menjadi thalib yang senantiasa menjaga adab. Bukan hanya kepada guru namun juga kepada alat belajar yakni buku atau kitab. 

Wallahu A'lam Bisshawab 
Kediri, 12-01-2022.
Sumber gambar: umma.id






Tuesday, January 11, 2022

Adab Pencari Ilmu

Adab Pencari Ilmu
(Bagian Ke 15) 
Kajian Kitab Jawahirul Adab 
Oleh Mustamsikin
Setelah usai kajian kempat belas yang membahas tentang usaha-usaha lahir seorang murid ketika mencari ilmu dengan seperti menyedikitkan makan, tidur, memperbanyak begadang, dan memperhatikan waktu yang tepat untuk belajar, maka kali ini kita akan membahas tentang keberadaan thalib ketika sedang belajar bersama guru. Nah, apa saja yang harus dilakukan seorang thalib ketika ia belajar bersama guru, mari simak nazam karya Syekh Ibnu Mukhtar,

ولتك في مجالس التعلم # ذالخوف والوقار و التعظيم

"Dan jadilah kamu dalam majlis ilmu yang memiliki rasa takut, tenang dan mengagungkan guru."

Melalui syair di atas dapat dipahami bahwa setiap pencari ilmu seharusnya memiliki rasa takut, tenang, dan mengagungkan kepada guru ketika sedang belajar bersamanya. Sebab, yang demikian dapat menjadikan guru lebih dapat menaruh perhatian, lebih tenang, serta tidak mengecewakannya. 

Dari penjelasan di atas, bagi seorang murid tidak cukup hanya tenang, dan mengagungkan kepada guru, namun harus juga memperhatikan pengajaran dari guru. Berusaha memahami apa yang di sampaikan guru dengan usaha maksimal. Hal ini sebagaimana syair berikut,
تصغي لما يلقي عليك جامعا # والتطلب التذن لعذر و قعا

"Kamu harus mendengarkan dengan penuh hikmah, atas apa yang disampaikan kepada keduanya serta harus meminta izin kepada guru jika berhalangan hadir."

Dari syair di atas juga dapat dipahami bahwa seorang tbalib harus mendengarkan dengan penuh seksama terhadap materi yang disampaikan oleh guru. Jika berhalangan hadir untuk meminta izin dengan menerangkan alasan tidak hadir. Hal yang demikian ini sangat penting bagi kesuksesan murid di kemudian hari.

Sebagai penutup, bagi thalib hendaknya tetap menjaga adab ketika diajar oleh guru. Sehingga bukan hanya pembelajarannya yang sukses namun juga thalib tadi benar-benar memperoleh ilmu yang bermanfaat. Sebagimana Hadratussusyaikh Hasyim Asy'ari memerintahkan agar thalib menjaga adab kepada gurunya dengan cara bergegas melayaninya.

Wallahu A'lam Bisshawab 
Kediri, 11-01-2022
Sumber gambar: alhikmahdua.net










Monday, January 10, 2022

Adab Pencari Ilmu

Adab Pencari Ilmu
(Bagian Ke 14) 
Kajian Kitab Jawahirul Adab 
Oleh Mustamsikin
Setelah kajian yang lalu membahasa tentang pentingnya diskusi atau musyawarah pada kajian kitab Jawahirul Adab kali ini akan membahas tentang melatih diri, dan waktu yang tepat untuk belajar. Di antara yang penting dilakukan oleh pencari ilmu adalah menyedikitkan makan, sebagaimana Syekh Ibnu Mukhtar, mengatakan dalam syairnya,

 قلل من الطعام و المنام # واكثر السهر على الدوام

"Sedikitkanlah makan, tidur, dan perbanyaklah untuk begadang."

Menurut hadis di atas, seorang pencari ilmu hendaknya menyedikitkan makan dan tidur. Sehingga tidak banyak waktu terbuang sia-sia. Mengapa harus menyedikitkan makan? Sebab, menyedikitkan makan menurut Hadratussyaikh Hasyim Asy'ari dapat menyehatkan badan dan menolak penyakit pada fisik. Adapun begadang juga menjadi penting karena hanya dengan begadang seseorang dapat belajar di waktu malam.

Di sisi lain, terdapat waktu istimewa untuk digunakan belajar. Utamanya diwaktu malam antara isyak dan sahur. Sebagaimana diterangkan oleh syair berikut,

فإن ما بين العشاء و السحر # وقت مبارك فكن ممن ظفر

" Sesungguhnya waktu antara isyak dan sahur adalah maktu yang diberkahi maka perguanakanlah." 

Melalui syair di atas, Syekh Ibnu Mukhtar mengajak kepada pencari ikmi untuk benar-benar menggunakan waktu antara isyak dan sahur. Pada waktu itulah, waktu yang diberkahi. Waktu yang paling tepat menurut Hadratussusyaikh Hasyim As'ary, untuk menghafal. Selain memang pada malam hari adalah waktu yang tepat untuk mengulang pelajaran. 

Selain waktu sahur adalah waktu ideal untuk menghafal pelajaran, di waktu itulah hendaknya juga digunakan untuk salat malam, mendaras al-Quran dan untuk mengamalkan ilmu yang dimiliki. Dalam syairnya Syekh bnu Mukhtar mengungkap, 

فقم قياما واقراء الايات # واعمل بما علمت بالثبات
"Dan tunaikanlah salat, tadarus Al-Qur'an, dan mengamalkan ilmu yang telah diperoleh dengan teguh."

Melalui syair si atas menjadi terang bahwasannya selain seorang pencari ilmu dituntut untuk belajar. Bukan itu saja ia, seorang thalib juga diperintahkan untuk salat malam, tadarus Al-Qur'an. Hingga puncaknya seorangnya adalah mampu mengamalkan ilmu yang diperoleh dengan teguh. 

Demikianlah sedikit tentang metode mencari ilmu dan riyadhah fisik yang baik untuk dilakukan. Lebih-lebih di waktu sahur. Waktu yang diberkahi. Waktu yang tepat untuk belajar, salat malam, membaca Al-Qur'an , dan mengamalkan ilmu yang telah diperoleh. 

Wallahu A'lam Bisshawab 
Kediri, 10-01-2021.
Sumber gambar, OtakAtikOtak.com




Adab Pencari Ilmu

Adab Pencari Ilmu
(Bagian Ke 13) 
Kajian Kitab Jawahirul Adab 
Oleh Mustamsikin

Sebagai thalib atau pencari ilmu di antara strategi memperolenya ialah dengan banyak bertanya. Sebagaimana telah dibahas di adab yang keduabelas. Selain banyak bertanya, yang penting ditandaskan kepada thalib adalah bermusyawarah, atau berdiskusi. Musyawarah atau diskusi seperti ini menjadi sangat penting sebab, setiap pencari ilmu akan mendapat nilai plus dari diskusi. Seperti ilmu baru, cara pandang baru, dan belajar menghargai pendapat orang lain.

Pentingya musyawarah ini ditergaskan oleh Syekh Ibnu Mukhtar dalam syairnya berikut,

و شاورن واجتنب المكابرة # لاتصحبن من دأبه المسايرة

"Dan bermusyawarahlah kamu, serta jauhilah pertikaian, dan janganlah kamu berteman dengan orang yang buruk prilakunya."

Berpijak dari syair di atas, musyawarah atau diskusi mejadi satu metode penting untuk menambah wawasan. Namun demikian dalam bermusyawarah hendaknya tidak menimbulkan pertikaian. Tindakan bertikai dalam musyawarah menjadikan suasana tidak nyaman. Andai yang demikian terjadi bukan ilmu baru yang didapat melainkan musuh baru.

Selain itu, dalam syair di atas juga disinggung mengenai pentingnya tidak berteman dengan orang yang buruk prilakunya. Pelarangan yang demikian baik sebab tidak sedikit para pencari ilmu kandas dalam perjalanan mencari ilmunya karena salah memilih teman. Hal senada juga diungkapkan oleh Hadratussusyaikh Hasyim As'ary, "Seharusnya wajib untuk menjauhi orang yang banyak bicara, ahli kerusakan, ahli maksiat, dan sia-sia."

Penjelasan Hadratussusyaikh di atas cukuplah kiranya untuk membentengi diri seorang pelajar, dari kesia-siaan. Berteman dengan orang yang banyak bicara akan membuang-buang waktu. Beteman dengan orang yang buruk prilakunya berpotensi akan turut melakukan perbuatan buruk. 

Wallahu A'lam Bisshawab 
Kediri, 10-01-2022
Seuber gambar: Indenpendensi.com




Saturday, January 8, 2022

Adab Mencari Ilmu

Adab Mencari Ilmu
(Bagian Ke 12) 
Kajian Kitab Jawahirul Adab 
Oleh Mustamsikin
Setelah adab mencari ilmu yang kesebelas tentang pentingnya memprioritaskan ilmu yang lebih bermanfaat bagi thalib, dan pentingya memelajari kitab yang kecil terlebih dahulu maka pada kajian kali akan membahas tentang pentingnya bertanya atas sesuatu masalah yang belum diketahui jawabannya. Bertanya ini menjadi penting sebab, ilmu di antaranya diperoleh dengan cara bertanya. Saking pentingnya bertanya, Syekh Ibnu Mukhtar menegaskan dalam syairnya,

واستظهر المشكل بالسؤال # و لا تجد عن طلب الدليل

"Dan bertanyalah jika kamu merasa ada kemusykilah--masalah yang belum diketahui atau dipahami--dan hendaknya kamu juga mencari dalil atas permasalahan itu.

Dari syair di atas dapat dipahami bahwa, bagi thalib sebaiknya tidak takut untuk bertanya. Lebih-lebih atas masalah yang belum diketahui dalilnya. Menghilangkan rasa malu bertanya ini penting sebagaimana Hadratussyaikh Hasyim Asy'ari mengatakan, "Hendaknya mutaallim--pelajar--tidak malu bertanya atas suatu yang masih musykil serta berupaya memahami sesuatu yang belum dapat dicerna oleh akal."

 Selain itu beliau juga menambahkan bahwa dalam bertanya hendaknya dengan lembut, ungkapan yang baik, dan tetap menjaga adab. Andaipun pertanyaan yang telah diajukan kepada guru tidak dijawab olehnya maka penanya tidak boleh memaksa dan jika terdapat kesalahan guru dalam menjawab tidak boleh penannya membantah seketika. Padangan Hadratussyaikh tentang larang malu bertanya ini ditopang oleh Imam Mujahid yang berpendapat bahwa tidaklah memperoleh ilmu yakni orang yang malu bertanya  dan orang sombong. 

Kemudian di antara prilaku tidak boleh malu seorang thalib ketika ditanya oleh guru, apakah sudah paham? Kemudian diam padahal belum paham. Perasaan malu yang seperti inilah yang harus dihilangkan oleh thalib. Sehingga tidak ada permasalahan yang memgganjal di kemudian hari. 

Selain larang malu, berpijak dari syair Syekh Ibnu Mukhtar di atas, seorang thalib hendaknya berupaya mencari dalil atau jawaban atas permasalahnnya. Seiring dengan usaha mencari jawaban atau dalil inilah masuk ilmu-ilmu baru yang belum pernah diketahui. Melalui pencarian dalil ini pula sorang thalib akan memperoleh banyak manfaat dan tambahan pengetahuan. 

Sebagai penutup, inti dari kajian kitab Jawahirul Adab, kali ini adalah pentingnya keberanian bertanya dan usaha mencari dalil atas masalah yang belum diketahui jawabannya. Dengan banyak bertanya permasalahan akan mendapat jawaban, dengan bertanya akan dapat wawasan baru, dengan bertanya pula tingkat pemahaman dapat di ukur. So, mari bertanya. Kalau bertanya yang belum dipahami dan diketahui. Kalau bertanya hendaknya dengan tuturkata dan adab yang baik. 

Wallahu A'lam Bisshawab 
Kediri, 08-01-2022.
Sumber gambar: vtracks.co.id



Friday, January 7, 2022

Adab Mencari Ilmu

Adab Mencari Ilmu
(Bagian Ke 11)
Kajian Kitab Jawahirul Adab 
Oleh Mustamsikin
Adab mencari ilmu yang kesebelas adalah pentingnya mencari ilmu yang paling utama. Seorang thalib hendaknya memelajari ilmu yang paling penting dan bermanfaat bagi dirinya. Hal ini sebagaimana Syekh Ibnu Mukhtar, menyatakan dalam syairnya,

وقدم الأهم و الانفع في # نفسك وابدأصغير الكتب قفي

"Dan dahulukanlah ilmu yang paling penting dan bermanfaat untuk dirimh dan mulailah dengan memelajari kitab yang kecil."

Melalui syair di atas selain seorang thalib harus mengklasifikasikan dan memprioritaskan ilmu yang penting untuk di dahulukan, juga mengandung pesan pentingnya memelajari kitab yang kecil terlebih dahulu. Kitab atau buku-buku yang ringan dipelajari. 

Jika memahami syair di atas--ilmu yang lebih dahulu untuk dipelajari, maka kita dapat merujuk pada pendapat Hadratussyaikh Hasyim Asya'ary. Dalam pandangan beliau, ilmu yang terlebih dahulu diprioritaskan untuk dipelajari adalah ilmu yang hukumnya fadhu ain. Yakni, pertama ilmu tentang dzat Allah Swt--kewujudanya. Kedua, ilmu tentang kewajiban mengetahui sifat-sifat Tuhan. Ketiga, ilmu fikih. Keempat, ilmu tentang ahwal, maqamat, (ilmu tasauf). 

Dengan berpijak dari pandangan Hadratussyaikh di atas, maka dalam ilmu agama hendaknya terlebih dahulu memejari masing kitab-kitab kecil dari empat ilmu di atas. Misalnya, di bidang ilmu zat Allah dan sifatnya, memelajari kitab Aqidatul Awam, di bidang ilmu fikih memelajari kitab Mabadi Fiqhiyyah, taqrib. Di bidang ilmu tasauf memelajari kitab Minhajul Abidin dan yang lain-lain. 

Beberapa, kitab di atas merupakan kitab yang sering menjadi pelajaran wajib di pesantren yang disesuaikan dengan jenjang tertentu. Sebagian dari kitab di atas dipelajari oleh santri pemula. Jika sudah rampung jenjang pemula ula maka lanjut tingkatan menengah wustha hingga ulya. 

Demikianlah sedikit ulasan tentang pentingnya memprioritaskan beberapa ilmu yang harus di dahulukanlah sebelum ilmu-ilmu lain. Selain itu, penting dilahami bahwa dalam memelajari ilmu ada tahapan, dan jenjang tertentu. Maka perlu tahapan itu dipelajari dari yang paling dasar. 

Wallahu A'lam Bisshawab 
Kediri, 06-01-2022. 
Sumber gambar: pusdaikaltim.or.id

Thursday, January 6, 2022

Adab Mencari Ilmu

Adab Mencari Ilmu
(Bagian Ke 10)
Kajian Kitab Jawahirul Adab 
Oleh Mustamsikin
Setelah pembahasan tentang strategi thalib ketika mencari ilmu, selanjutnya pada tulisan ini akan membahas adab mencari ilmu dari sisi memilih guru. Guru yang seperti apa yang harus dipilih seorang thalib pencari ilmu? Kriteria guru yang seperti apa yang dapat diambil ilmunya, mari simak syair Syekh Ibnu Mukhtar berikut,

 واختر من الاشياخ شيخا فاضلا # ذا همة و اداب و عاملا
بمقتضى السنة و الكتاب # و عالم الخطاء و الصواب

"Dan pilihlah guru yang memiliki keutamaan, semangat, beradab dan beramal sesuai dengan al-Qur'an dan al-Sunah, mengetahui mana yang benar dan mana yang salah."

Dari syair di atas dapat dipahami bahwa seorang murid hendaknya tidak sembarangan memilih guru. Guru yang dapat diambil ilmunya adalah, guru yang benar-benar memiliki keutamaan. Guru yang memiliki dorongan semangat yang tinggi bukan guru yang alakadarnya yang semangatnya cenderung tidak konsisten. Kemudian guru yang beradab, dan mengamalkan ajaran al-Qur'an dan al-Sunah bukan guru yang menyimpang dari ajaran yang ada di dalam keduanya. Selanjutnya adalah guru yang benar-benar mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, bukan sosok guru yang tidak bisa membedakan benar dan salah.

Lebih lanjut selain kriteria guru di atas, Syekh Ibnu Mukhtar juga menambahkan,

و عارفا بحكمة التدريس # ذاخبرة بمشرب النفوس
ممارس العلوم و الفنون # كا اانحو والبيان و المعان

"Seorang guru harus mengetahui hikmah dari belajar, ahli dalam melegakan jiwa. Menguasai berbagai cabang ilmu seperti nahwu, bayan, dan ma'ani."

Melalui syair di atas dapat dimengerti bahwa guru yang ideal yang dapat dijadikan pembimbing adalah guru yang mengetahui hikmahnya belajar, ahli dalam mengelola jiwa, serta mengusai beragam cabang ilmu. Beberapa keahlian ini merupakan kapasitas yang ideal dimiliki sorang guru. Lebih-lebih guru agama. 

Guru yang sudah terdapat padanya kriteria sebagaimana di atas menurut Syekh Ibnu Mukhtar, guru tersebut, layak diambil ilmunya. Layak dijadikan guru pembimbing yang dapat mengantarkan thalib sampai tujuan. Yakni memperoleh ilmu yang bermanfaat. 

Sebagai penutup, guru-guru yang ideal seperti disebutkan di atas adalah guru dalam keadaan kodisi normal. Jika pada masanya nanti sudah tidak ada lagi guru yang memiliki kriteria di atas alangkah baiknya jika guru tersebut meningkatkan kompetensi diri. 

Wallahu A'lam Bisshawab 
Kediri, 06-01-2022
Sumber gambar: republika.co.id


Wednesday, January 5, 2022

Adab Mencari Ilmu

Adab Mencari Ilmu
(Bagian Ke 9)
Kajian Kitab Jawahirul Adab 
Oleh Mustamsikin 
Setelah pembahasan tentang pentingnya mengoptimalkan dan mengatur waktu ketika mencari ilmu, selanjutnya adab mencari ilmu yang kesembilan adalah pentingnya menyegerakan mencari ilmu sejak usia dini. Di usia dini atau di waktu kecil inilah waktu yang paling baik untuk mencari ilmu. Ilmu akan lebih melekat kuat oleh anak-anak di usia dini, meskipun belajar tidak mengenal usia.

Bertalian dengan hal itu, dalam syairnya Syekh Ibnu Mukhtar mengatakan,
واغتنم العلوم وقت الصغر # فإنه كاانقش فوق الحجر

"Optimalkan mencari ilmu di waktu kecil, karena mencari ilmu di usia dini seperti mengukir di atas batu."
Melalui syair di atas Syekh Ibnu Mukhtar, hendak menekankan pentingnya belajar di usia dini. Di usia dini inilah ilmu lebih kuat terukir di dalam hati dan tidak mudah hilang. Lebih nampak jelas bekasnya, sebagaimana ukiran pada batu pahatan.

Belajar di waktu kecil lain jauh berbeda dengan belajar di waktu dewasa--diusia dewasa. Siapa yang belajar di waktu besar laiknya menulis di atas air. Mudah hilang dan nyaris tak berbekas. Sebagaimana syair Syekh Ibnu Mukhtar berikut. 

 وإن من يطلب في كبره # كمثل من يكتب فوق ماءه

"Dan sesungguhnya orang yang mencari ilmu di waktu besar--usia dewasa--seperti seseorang yang menulis di atas air." 
Senada dengan inti pesan dalam Syair di atas, Hadratussyaikh Hasyim As'ary juga menegaskan pentinya bergegas mencari ilmu di masa muda. Jangan sampai seorang thalib (pencari ilmu) terbujuk oleh sesuatu yang dapat menunda mencari ilmu. 

Penulis memandang bahwa mencari ilmu di masa muda memiliki keutamaan. Pertama, anak usia dini lebih mudah mengikat ilmu, sebab ibarat kertas ia masih bersih. Belum muncul problematika yang beragam. Kedua, anak usia dini lebih cenderung memiliki tingkat konsentrasi yang lebih tinggu. Ketiga, anak usia dini lebih banyak memiliki kesempatan, sebab ia belum disibukkan dengan banyak urusan. 

Keutamaan mencari ilmu di usia dini sebagaimana penulis sebutkan di atas sejalan dengan syair Syekh Ibnu Mukhtar berikut, 

من لم يذق تعلما حال الصغر # لم يتقدم خطوة وقت الكبر

"Barang siapa tidak merasakan belajar di usia dini maka ia tidak mungkin dapat belajar di usia tua."
Syair di atas, mengandung pesan bahwa penting sekali belajar di usia dini atau di masa muda, sebab masih terbentang luas kesempatan untuk mencari ilmu sebanyak-banyaknya. Di sisi lain, jika kesempatan mencari ilmu di masa muda ini terlewat maka nyaris tidak akan ada lagi kesempatan yang sama di masa tua. 

Demikianlah adab mencari ilmu--lebih dekat dengan strategi mencari ilmu--yang kesembilan. Semoga uraian singkat di atas bermanfaat. Utamanya bagi para pencari ilmu. 

Wallahu A'lam Bisshawab 
Kediri, 05-01-2022. 
Sumber gambar: bimbinganislam.com

Tuesday, January 4, 2022

Adab Mencari Ilmu

Adab Mencari Ilmu
(Bagian Ke 8)
Kajian Kitab Jawahirul Adab 
Oleh Mustamsikin 
Adab--strategi--mencari ilmu setelah melakukan usaha keras dengan tidak enak-enakan, malas-malasan, serta harus sungguh-sungguh, rajin, dan sabar adalah pentingnya mengatur waktu. Memanage waktu sangat penting ketika mencari ilmu. Lebih-lebih mengoptimalkan waktu secara maksimal selagi menuntut ilmu. Tidak membiarkan waktu berjalan begitu saja tanpa menggunakannya untuk belajar. 

Pentingnya mengoptimalkan waktu agar tidak terbuang sia-sia seperti disampaikan oleh Syekh Ibnu Mukhtar dalam syairnya berikut. 

ولا تكن فارغ وقت عن طلب # و الوقت اثمن و اعلى من ذهب
 
"Dan janganlah kamu menyia-nyiakan waktu ketika mencari ilmu. Sedang waktu lebih berharga dan lebih mulia dari emas." 

Melalui syair di atas, Syekh Ibnu Mukhtar hendak menegaskan pentinya menggunakan waktu sebaik-baiknya ketika mencari ilmu. Diupayakan pencari ilmu tidak ada waktu yang terlewat dengan sia-sia tanpa adanya kegiatan belajar. Selain itu, pelajaran penting yang perlu terus dimengerti adalah waktu lebih bernilai daripada emas. Waktu yang telah berlalu tidak akan kembali. Seperti kata Hadratussyaikh Hasyim Asy'ary, "Setiap waktu yang terlintas dari umur seseorang tidak ada ganti dari umur itu." 

Penulis memandang bahwa, tidak menyia-nyiakan waktu ketika mencari ilmu merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam mencari ilmu. Siapa yang mengoptimalkan watunya benar-benar ketika mencari ilmu akan memperoleh ilmu yang maksimal. Sebaliknya siapa yang menyia-nyiakan waktu bahkan tidak mengisinya dengan kegiatan belajar maka ia tergolong orang-orang yang merugi. 

Saking pentingnya memanfaatkan waktu dan mengaturnya Hadratussyaikh dalam kitab Adabul 'Alim Wal Muta'allim, memberi arahan kepada thalib (pencari ilmu) agar mengatur waktunya. Membagi waktu baik siang maupun malam dari sisa umurnya. Mengapa demkian?, Sebab sisa umur tidak dapat dihargai dengan apapun. 

Lebih lanjut, Hadratussyaikh memberi perincian waktu untuk belajar dalam sehari semalam. Menurutnya, waktu yang paling baik untuk menghafal adalah waktu sahur. Waktu untuk berdiskusi adalah dipahi hari. Waktu untuk menukis di tengah hari. Sedangkan waktu untuk mengulang pelajaran dan belajar adalah malam hari.

Dari yang disampaikan oleh Hadratusyaikh, dapat digarisbawahi bahwa mengatur waktu sangat penting. Menggunakan waktu sebaik-baiknya bagi pencari ilmu untuk belajar adalah keniscayaan yang harus dilakukan. Begitu juga budaya menyia-nyiakan dan menunda belajar harus dienyahkan. 

Demikianlah sekelumit adab--strategi--yang disampaikan oleh Syekh Ibnu Mukhtar. Semoga adab ini mendapat perhatian dari setiap pencari ilmu agar memperoleh ilmu  dengan maksimal. Tidak merugi atas umur yang telah berlalu. 

Wallahu A'lam Bisshawab 
Kediri, 04-01-2022
Sumber gambar: produktivitasdiri.co.id