Oleh Mustamsikin
"Husnudzan (berbaik sangka) susahnya apa sih?" Gus Baha.
Sebagaimana dalam pengajian rutin kitab An-Nasaihuddiniyyah yang penulis ikuti pada Senin 14 November 2022, kajian saat itu membahasa banyak hal. Di antaranya, tidak wajib bagi seseorang membahas kemungkaran yang tertutup, berbaik sangka kepada sesama muslim, selektif dalam menerima informasi, dan golongan yang selamat, dan kriteria orang yang dapat merasakan manisnya iman.
Dari pembahasan tersebut penulis ingin kembali menguraikan tentang berbaik sangka kepada sesama muslim dalam tulisan ini. Tanpa mengabaikan pokok bahasan yang lain, penulis mengira ini tema bahasan ini sangatlah penting. Sebab berbaik sangka kepada sesama untuk saat ini hampir suatu yang langka kita temui.
Sayyid Abdullah bin Alawi Al-Hadad (w. 1132 H.) menyebutkan bahwasannya berbaik sangka kepada sesama muslim merupakan perkara wajib.
Mengapa sedemikian wajib, lebih jauh beliau menjelaskan bahwasannya banyak orang yang keliru menilai orang yanh dinilai sebagai pelaku mungkar. Padahal untuk melakukan validasi dalam kasus tindakan kemungkaran yang dilakukan seseorang, menurut kacamata beliau kita harus melihat sendiri kemungkaran itu, atau setidaknya dengan kita mendapat informasi yang diberikan oleh orang yang bertakwa. Sekaligus orang itu tidak berkata kecuali kebenaran.
Berbaik sangka kepada sesama memang tidak selalu mudah. Kendati juga tidak terlalu sulit jika seseorang mau menggali lebih dalam pengaruh positif yang timbul dari berbaik sangka.
Kita rasakan betul sekarang ini, dengan banyaknya orang yang sering melakukan kesalahan dalam menilai seseorang itu timbul sebab ketergesaan mengambil kesimpulan, ketidakmauan tabayyun (klasifikasi) atas informais yang diterima, kemalasan dalam membaca dan mencari informasi pembanding, dan semangat menyebarluaskan informasi yajg keliaru sehingga mengakibatkan dampak yang sangat besar. Apalagi dampak itu menyasar sesama muslim yang kita telah diperintahkan untuk turut menjaga harga diri mereka sebagaimana pesan maqasidus syariah.
Selain itu, kebiasaan berburuk sangka kepada sesama muslim sudah hampir mendarah daging. Apalagi si muslim yang dimaksud adalah pesaing kita dalam berbagai hal. Bisa jadi pesaing dalam hal ekonomi, bisnis, karir, atau bahkan pesaing dalam religiusitas. Kebiasaan buruk seperti inilah yang perlahan kita hilangkan.
Kita harus berusaha memahami pesan QS. Al-Hujurat 12, yang menyebutkan, kita diperintahkan untuk banhak prasangka sebab sebagian darinya adalah dusta. Kita harus ingat betul-betul larangan ini. Sehingga kita tidak mudah menilai seseorang dengan penilaian buruk. Padahal sejatinya kita tidak tahu apakah penilaian yang kita lakukan berdasar pada fakta yang sebenarnya atau karena hanya didasari semangat menyalahkan yang timbul dari nafsu kita.
Agar tidak semakin runyam akibat yang timbul dari buruk sangka kita pada orang lain, maka kita perlu sadar diri. Apakah kita sering berbaik sangka kepada orang lain atau sebaliknya. Jika sudah baik maka kita perlu menjadikannya sebagai sikap yang harus dipertahankan. Sebaliknya jika kita sering berprasangka buruk pada orang lain maka kita harus bertaubat.
Wallahu A'lam Bisshawab
Kediri, 22-11-2022
No comments:
Post a Comment